Cara cek kebenaran berita hoax atau fakta - Cek Fakta Tempo |
Infodemik Dapat Memperburuk Pandemi
Di era digital ditambah lagi
sebagian besar aktivitas hanya di dalam rumah membuat kita sangat bergantung
pada internet untuk mencari informasi. Setiap harinya banyak beredar kiat-kiat
mencegah, mengenali, maupun mengobati Covid-19 di dunia maya. Ada pesan melalui
chat di WhatsApp, media sosial, ataupun situs-situs berita.
Berita-berita ini belum tentu
kebenarannya. Akibatnya, berita yang salah menyebar lebih cepat dari faktanya.
Informasi berlebih akan sebuah masalah, sehingga kemunculannya dapat mengganggu
usaha pencarian solusi terhadap masalah tersebut inilah yang disebut infodemik.
Ika Ningtyas dari Cek Fakta Tempo menjelaskan alasan mis/disinformasi |
Iya, infodemik terjadi di
Indonesia yang sedang berjuang melawan pandemi. Bukannya membantu, infodemik
dapat memperburuk pandemi mengingat 61,8% masyarakat Indonesia merupakan
pengguna aktif media sosial dengan rata-rata mengakses selama 3 jam perhari (We
Are Social, Februari 2021). Ditambah lagi kebiasaan baca judul artikel doang,
langsung forward ke yang lain. *hayo … ngaku!
Bagaimana jika ada yang percaya
dengan informasi yang salah, misalnya sedang isolasi mandiri lalu asal minum obat-obatan berbekal broadcast message yang beredar tanpa konsultasi ke dokter? Hoaks dapat menyebabkan seseorang
terluka bahkan kehilangan nyawa.
Supaya enggak mudah panik selama
pandemi dan terbebas dari berita hoaks, saya mengikuti Workshop Cek Fakta
Kesehatan Mengatasi Hoaks Kesehatan selama Pandemi Covid-19 bersama Cek
Fakta Tempo. Seru, lho, selama 2 hari belajar a la detektif yang kritis
menyikapi berita.
Perbedaan Misinformasi, Disinformasi, dan Malinformasi
Saya sendiri pernah termakan
hoaks ketika bencana gempa menimpa Palu, Sulawesi Tengah. Teman-teman saya di
sana banyak yang terdampak hingga kesulitan mendapat makanan dan minuman. Lalu,
saya mendapat informasi ada pembagian makanan di tempat A. Saya tidak tahu itu
hoaks sehingga segera meneruskan info tersebut ke teman saya yang tinggal di
Palu. Hal ini disebut misinformasi.
Sebal, deh, mengetahuinya. Sudah
tahu situasi bencana, banyak yang berduka, kok tega membuat berita palsu
seperti itu. Informasi atau konten hoax yang sengaja dibuat lalu disebar inilah
yang disebut disinformasi.
Pernah dengar (atau nonton? *eh)
kabar video asusila seorang artis cantik dengan pria lain yang terjadi ketika
ia belum bercerai dengan suaminya? Video itu fakta namun sifatnya personal.
Informasi berita fakta personal yang sengaja disebar seperti itu disebut malinformasi.
Siti Aisah dari Cek Fakta Tempo menjelaskan dampak mis/disinformasi kesehatan |
Setelah mengetahui perbedaan ketiga hal tersebut maka hoaks (berita bohong) dapat berupa misinformasi ataupun disinformasi.
7 Macam Hoaks
1. Parodi atau satire: hoaks
dibuat sebagai lelucon seperti kabar (mantan) Menteri Kesehatan Terawan mundur
eh ternyata maksudnya jalan mundur.
2. Konten menyesatkan:
Berita bahwa Covid-19 tidak lebih bahaya dari flu biasa padahal kasus positif covid semakin meningkat dari hari ke hari.
3. Konten Aspal, seperti
sumbernya asli padahal palsu.
4. Konten pabrikasi
sengaja dibuat untuk menyebabkan kegegeran.
5. Konten tidak nyambung (false
connection) antara judul, foto, dan isi berita. Hati-hati judul click bait!
6. Konten salah (konteks keliru)
antara gambar dengan caption. Contohnya gambar orang memakai kostum Halloween
lalu caption diganti tentang azab. Bagi yang tidak menyebarkan akan kena azab
juga.
7. Konten manipulatif diambil dari informasi yang diterbitkan media besar kemudian disunting dengan mengubah berita.
Awas Situs Abal-abal, Kenali Ciri Situs yang Dapat Dipercaya
1. Cek alamat situsnya melalui
who.is dan domainbigdata.com. Ada pula situs abal-abal yang masih menggunakan
free domain seperti abc.blogspot.com.
2. Cek perusahaan media di Dewan
Pers melalui direktori https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers.
Namun, ada pula media kredibel yang tidak berbadan hukum.
3. Perhatikan detail visual misal
gambar logo jelek, mirip situs media mainstream, dan sebagainya.
4. Terlalu banyak iklan karena
media abal-abal hanya mencari klik untuk mendapat benefit dari iklan.
5. Perhatikan ciri-ciri pakem
media seperti cara penulisan tanggal, nama penulis, narasumber yang jelas,
hyperlink mengarah ke mana, dll.
6. Cek About Us. Media yang berbadan
hukum jelas penanggung jawabnya (sesuai UU Pers) serta mencantumkan Pedoman
Pemberitaan Media Siber. Sementara media abal-abal umumnya anonim.
7. Waspada judul sensasional.
Baca beritanya sampai selesai. Jangan hanya baca judul lalu membagikan atau
berkomentar. Di Twitter, sebelum Retweet cuitan suatu artikel, ada peringatan
untuk membaca terlebih dahulu, lho!
8. Cek ke situs media mainstream.
Jika ada berita yang sama, bandingkan bagaimana situs mainstream melaporkan.
Verifikasi untuk memastikan sumber pertama dan melihat konten aslinya.
9. Cek foto apa pernah dimuat di tempat lain seperti media mainstream. Biasanya situs abal-abal mengambil foto dari tempat lain. Salah satu caranya menggunakan Google Reverse Image. Sementara untuk video dapat menggunakan tool InVID.
Cara Cek Berita Hoax atau Fakta Kesehatan
1. Cek sumber aslinya. Cari tahu
siapa yang membagi info tersebut, darimana sumber utamanya, termasuk info dari
keluarga atau teman. Kalau di Whatsapp waspada dengan info yang “forwarded
many times”.
2. Baca artikel dengan utuh,
jangan hanya judulnya.
3. Identifikasi penulis apakah ia
nyata dan kredibel.
4. Cek tanggal apakah up to
date dan relevan dengan kejadian terkini. Teliti judul, gambar, statistik apakah
sesuai konteks Ã
ingat macam hoaks.
5. Cek bukti pendukung lain seperti
fakta yang mendukung klaim. Misal klaim penggunaan obat A dapat membantu
penyembuhan disertai fakta-fakta penelitian yang ada.
Caranya dengan mencari sumber
referensi terpercaya seperti WHO, Badan POM, IDI, Pusat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit AS, Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia juga jurnal
ilmiah (the New England Journal of Medicine, the British Medical Journal,
Nature Medicine, the Lancet).
Studi penelitian dalam jurnal
ilmiah pun perlu dicermati apakah berupa studi peer-review (gold standar) atau
pre-print.
“Peer review merupakan studi
penelitian yang telah melewati proses evaluasi oleh tim pakar independent dari
bidang keilmuwan yang sama. Sementara pre-print belum melewati proses peer
review.”
Disamping itu perlu melakukan
studi korelasi dan studi hubungan sebab akibat.
6. Cek bias pribadi yang dapat
berpengaruh ke penilaian suatu informasi dapat dipercaya atau tidak (subjektivitas).
Contoh: anti vaksin maka ketika membaca info manfaat vaksinasi langsung tidak
percaya.
7. Cek organisasi pemeriksa fakta apakah sudah memverifikasi info tersebut, seperti Cek Fakta Tempo (IG: @tempo.cekfakta), AFP factcheck, dan Washington Post factcheckers.
Salah satu hoaks yang sudah terbukti di Cek Fakta Tempo |
Panjang ya proses verifikasi
berita asli atau hoaks. Kita sudah mengetahui 7 macam hoax serta identifikasi situs yang kredibel. Hal ini penting untuk mengurangi dampak
infodemik dan mendukung usainya pandemi. Sudah banyak yang terkena dampak
negatif pandemi, tak hanya kesehatan namun juga sisi lain, please … kita
berkontribusi untuk tidak menambah beban tersebut dengan selektif akan informasi
yang ada.
Yuk, jadi smart netizen yang
kritis dengan cek berita hoax atau fakta sebelum membaginya!
benar banget, kita harus bisa memfilte rmana kabar benar atau sengaja di buat untuk memutar balikkan fakta. semoga semua berlaku dan salam sehat untuk kita semua
ReplyDeleteBener banget, di era informasi sekarang ini kita emang harus pinter-pinter nyaring informasi, lihat informasi utuhnya, perhatikan sumbernya juga biar nggak gampang terpengaruh berita atau konten hoax
ReplyDeleteSelama pandemi ini emang banyak bngt beritaa hoaks yang aku dnger dan orang2 berburu obat2an yang blm jlas dengan alasan untuk mencegah covid padahal itu obat keras jujur banyak yang bkin takut sih s
ReplyDeleteYesss kalau mau jelas, cari aja rujukan di cekfakta tempo, mafindo, kominfo dan sejenisnya. Jangan share sebelum jelas!
ReplyDeleteHoax konten kesehatan ini paling bahaya. Kondisi negara kita yang makin meledak kasus covidnya juga merupakan hasil dari maraknya hoax yang beredar. Semoga dengan banyaknya konten baik seperti ini bisa mengedukasi masyarakat agar tidak terjerat hoax.
ReplyDeletePas banget dgn kondisi sekarang ka orang mudahnya percsya info broadcast tanpa konsultasi dgn dkter lgsg atau cek kebenaranya.pdhl solusi sakit tiap org berbeda. Thx infonya ka
ReplyDeleteKondisi 'malas membaca' ini salah satu alasan banyak orang terpapar hoaks. Coba kalau mau baca betul-betul (bukan hanya judul), pasti setiap orang nggak akan begitu mudahnya menyebarkan berita hoaks tersebut. Pasti terasa ada yang janggal. Apalagi kalau sumbernya pun dari situs yang jelas. Kadang saya suka tegur sih teman-teman yang main bagikan info tapi sumber nggak jelas atau malah nggak ada sumbernya sama sekali. Tapi ya gitu jawabannya, "Nggak tahu ya, saya cuma share aja."
ReplyDeleteAlamaaak ...
Cocok mam... Masyarakat kita maish minim literasi membaca. mungkin yang bisa mencerna bacaan jauh lebih sedikit dibanding yang asal baca, itulah kenapa hoax tumbuh subur di sini.
DeleteWah informasi dari artikel ini komplit dan kritis. Apalagi di masa pandemi ini, memang banyak kabar hoax berseliweran. Butuh dua hal mensikapi hoax terkini. Pertama bijak dan kedua baca artikel ini. Makasi sharingnya mba.
ReplyDeleteAh, iya..sebal kalau ada orang yang masih saja menyebarkan berita yang salah/hoax padahal itu kaitannya dengan berita duka/bencana alam.
ReplyDeleteSemoga literasi digital yang baik membawa kita semua menjadi lebih cerdas dan sabar dalam membagikan info untuk orang lain.
**etapi minum kayu putih beneran bisa mencegah coronce teu, kak Helen?
Hahhaa...sedang laris manis jualan temen.
Wah ternyata ada beda-beda hoax ya.. yang bahaya Malinformasi ya. Video yang harusnya kebutuhan pribadi jadi konsumsi publik. Saya agak terkekeh pas baca tentang parodi menkes terawan.. xixixi... contoh yang unik.. hahaha
ReplyDeleteMemang panjang proses verifikasi berita asli atau hoaks. Setidaknya jika kita bijak emnyikapi, cek fakta dulu baru membagikan informasi maka hoaks tak akan masif tersebar
ReplyDeleteheraaaan banget sama yg bikin hoax2 itu dan dengan santuynya ngeshare di segala sosmed. pusing deh kalau berita itu ditelan mentah2 sama orangtua. kita nih kudu melek gini untuk kasih info yg bener ya mbak. bener deh sekarang kudu banget cek info sebelum diterima
ReplyDeleteJaman now...kalau gak teliti baca informasi beneran bisa terjerumus.. Hoaxnya hiii ngeri banget. Jadi emang harus kita sendiri yang rajin cek ricek ..apalagi yang suka share kesana kemari yak...
ReplyDeleteBaru tau aku, ternyata informasi itu ada 3. Misinformasi, disinformasi dan malinformasi :) Ngangguk2 sekarang deh :) Paling sering info2 di WAG sekarang adalah seputar covid-19 dan vaksin :) Bertubi2 macam2 deh dan kita belum tau kebenarannya ya. Kudu dicek dulu faktanya jangan langsung forward kalau gitu :)
ReplyDeleteSuka rancu saat skg ini membaca berita yang dikira hoax atau tidaknya. Harus bisa memfilter baik baik sebelum share lagi. Kadang kalau ragu sharenya ke org terdekat dulu, biar kalo salah gak malu malu banget
ReplyDeleteBanyak sekali cara dan langkah untuk cek suatu berita itu fakta atau hoax ya. Keliatan ribet tapi penting biar hoax bisa kita tangkis. Yuk mari bijak menyikapi tiap berita yang datang.
ReplyDeleteMiris memang, Mbak, sekarang ini berita hoax gampang sekali menyebar. Akibatnya banyak informasi salah yang beredar di masyarakat.
ReplyDeleteSosialisasi mengenai cara mengetahui berita hoax atau fakta memang harus terus digiatkan, agar masyarakat bisa cerdas literasi.
Paling sebel dan jengkel itu kalo di grup WA - satu berita dishare, lalu dikasih klik link yang sering muncul di linimasa (gelembung filter)
ReplyDeleteterus ada yang komen satuuuu aja, kasih bumbu penyedap rasa balado, pedes banget deh!
Sejak dulu, sektor kesehatan selalu jadi lahan hoax terbesar. Tadinya saya masih nyantai. Pokoknya yang penting saya gak kemakan hoax.
ReplyDeleteTapi, saat pandemi jadi kesel juga. Hoax-hoax ini ancaman banget. Korbannya juga banyak. Makanya sekarang saya terus bawel. Tentunya dengan melakukan cek dan ricek dulu
Sejak pandemi, banyak banget info-info kesehatan tapi ngawur banget. Yang parah karena banyak yang ngikutin kan. Makanya sebisa mungkin saat dapat berita ya cek di website terpercaya. Kalau bahasanya menggebu-gebu, biasanya hoax tuh
ReplyDeleteDuh iya kemarin sempat baca ada orang yang sakit lambung karena baca di WAG untuk menyembuhkan covid harus minum vitamin C dosis tinggi yang ada malah semaput, literasi digital begini harus kita halalkan terus untuk edukasi masyarakat ya agar pahami hoaks
ReplyDeleteDUh sebel banget emang kalau makin banyak hoax yang beredar dengan banyak dan mudah di hanpdhone. HArus antisipasi agar tak kena dampaknya
ReplyDeletememang klo mau ngecek fakta atau hoaks agak ribet ya mbak
ReplyDeletetapi demi kebaikan, biar kita nggak terjebak bahaya hoaks
lucu ya berita yang satire itu wwkwk beritanya bener yaa, mundur ya jalan mundur. tapi kalau ada yang percaya, terus gimana coba. makanya perlu banget ya edukasi mengenai cek fakta ini ya. biar gak ada yang terjebak sama konten hoaks
ReplyDeleteKita juga bisa jadi tim pencari fakta untuk diri sendiri ya sebelum membagikan sebuah berita ke orang lain. Duh jangan sampai deh membagikan berita yang belum tau kebenarannya. Banyak banget deh hoax yang beredar di masa pandemi ini.
ReplyDeleteHuhu, hoax sekarang emang udah di tahap ngeselin. Bikin pandemi berlarut-larut. Kalo didiemin, pasti makin parah. Semoga deh, dengan semakin banyaknya sosialisasi Cek Fakta kayak yang dikasih Tempo ini, masyarakat jadi semakin cerdas menyikapi Hoax.
ReplyDeleteDi sebuah WAG yang aku ikuti, ada seseorang yang lucu, beliau ini suka BC berita-berita entah itu fakta entah hoaks, pokoknya BC aja (banyakan hoaks). Ketika beberapa kali ditegur, awalnya cuek. Eh pas jawab bilangnya, "tolong polisi patroli hoaks di sini silakan menyaring, mana yang hoaks silakan dibilang hoaks...."
ReplyDeleteLhah, dia gak mau memfilter dulu, asal aja sebar-sebar BC, gak mau tanggung jawab. Hehehe. Ada aja orang kayak gini :D
Btw makasih sharing ilmunya, Mbak..
Keluarga besar aku banget niih...butuh info kalau cek dulu berita yang diterima.
ReplyDeleteSeringnya langsung forward aja ke grup-grup keluarga lainnya. Jadi menambah kecemasan. Tapi aku seringnya langsung klircet, hahaa...
Yes..setiap informasi jangan ditan mentah.mcek kebenaran..liat beberapa situs...terpercaya. dan tangan jangan mudah klik tombol share sebwlum tau kebenarannya.
ReplyDeleteHampir tiap hari kerjaanku ngecek HOAX kayak begini. Habis gimana, grup ibu-ibu grup RT itu hobi banget nge-share berita nggak jelas. Mana banyak yang sepuh, kan takut kemakan HOAX ya? Ntar kalau udah cek, tak kirim balik hasil cek faktanya ke grup. Baru deh manggut-manggut. Udah gitu, besok nge-share lagi. hadehhh, kudu sabar ngadepin orang2 yang gak suka baca tapi hobi share-share mulu.
ReplyDeleteSetuju mba kalau kita harus benar benar pilih berita. Bahkan di berita pun juga disebutkan kalau berita hoax ini salah satu masalah yang memperkeruh pandemi ini. Karena masyarakat jadi salah langkah termakan berita hoax. Sebel lagi sama yang bikin beritanya. Jadi pokoknya harus ikut sains ya.
ReplyDeleteHoax ini concern ku sejak awal Corona masuk ke Indonesia. Orang-orang Indonesia itu gemar banget denial dan makin kuat denial-nya saat ada banyak berita hoax bertebaran di platform media sosial dan WAG adalah salah satu dari banyak platform yang menurutku kuat banget Mak untuk persebaran berita2 yang belum terverifikasi kebenarannya. Semoga dengan adanya platform Cek Fakta ini bikin masyarakat jadi lebih kritis dan aware untuk cari tau kebenaran dari sebuah info.
ReplyDelete