Toko
pakaian Bu Isman sama seperti toko-toko lainnya. Penataan produknya bercampur
antara blouse dengan dress, berbagai warna dalam satu rak panjang. Saya heran
mengapa tidak dikategorikan berdasar warna, jenis, atau ukuran. Semuanya
bercampur baur dan harus melihat satu-persatu model yang dicari.
Namun, ada hal menarik yang membuat saya berkali-kali berkunjung
ke sana. Kunjungan tersebut membuat saya mengambil suatu keputusan besar dalam
hidup.
tenun ikat Donggala motif bunga (dok.pri) |
Wastra Tenun Ikat Donggala
Letak toko Bu Isman di perempatan menuju bandara Mutiara, Palu
(sekarang bernama bandara Mutiara SIS Al Jufri). Saat menunggu lampu hijau dari
traffic light menyala, saya memandangi toko tersebut. Bukan display pakaian
yang menarik tetapi kain tenun yang disusun di bagian kiri toko menyita perhatian
saya.
Suatu hari, saya iseng berkunjung ke toko tersebut. Seorang wanita
berusia pertengahan 30-an menyambut dengan ramah. Tingginya sedikit lebih
tinggi dari saya namun badannya lebih berisi. Ia minta dipanggil “Bu Isman”, si
pemilik toko.
Saya menanyakan kain tenun ikat Donggala yang ia jual. Saya masih
begitu awam namun tertarik dengan keindahan wastra asli Sulawesi Tengah
tersebut. Beliau pun menunjukkan koleksi dagangannya yang terlipat rapi dalam
lemari kaca di dekat pintu masuk.
Motif kain tenun Donggala yang populer yaitu buya bomba dan buya subi alias bunga. Tenun ikat Donggala yang dijual Bu Isman dimulai di harga 200ribu rupiah. Tentunya ada harga, ada kualitas. Kain tenun yang terbuat dari sutra dengan benang berwarna emas memiliki nilai jual lebih tinggi.
Membuka Foottrip Store
Perkenalan
dengan Bu Isman hari itu memunculkan ide gila. Saya, saat itu masih berstatus
pegawai di rantau, mau berjualan kain tenun Donggala secara online.
Berbekal pengetahuan online shop seadanya maka saya membuat akun Instagram “Foottrip
Store”.
Saya
jelaskan pada Bu Isman mengenai ide ini. Beliau mendukung dan memperbolehkan
saya memotret wastra nusantara yang begitu cantik tersebut. Jadi, sistemnya
bila ada pesanan maka saya beli di toko beliau.
Penjualan
Foottrip Store mulai bergulir. Dimulai dari teman-teman dekat, keluarga, sampai
kolektor kain tenun nusantara tertarik membelinya. Bangganya melihat tenun ikat
Donggala digunakan di berbagai pulau di Indonesia.
Obrolan Hangat Bersama Bu Isman
Setiap
ada stok kain baru, saya kembali ke toko kain tenun tersebut. Saya potret koleksi
kainnya untuk bahan diunggah ke media sosial. Jika ada pesanan dari pelanggan,
Bu Isman akan membungkusnya dan memberikannya pada saya untuk dikirim.
Entah mengapa
dari sejak awal saya merasa nyaman berbincang dengan Bu Isman. Beliau pun
dengan santai bercerita mengenai usahanya tersebut. Saya juga heran kok beliau
mau saya ajak bekerja sama dengan model seperti ini.
Salah
satu cerita yang saya ingat, Bu Isman dulunya pegawai. Saat menjadi pegawai, beliau
nyambi berjualan sana-sini. Usahanya berkembang. Di sisi lain ia merasa kekurangan
waktu mengurus anak karena sibuk bekerja. Oleh karena itu, Bu Isman memutuskan
mengundurkan diri dari pekerjaannya dan memilih menjadi pengusaha.
“Jadi
wirasuaha jauh lebih berat daripada pegawai. Kalau saya resign dan buka usaha
kemudian tidak sesuai dengan yang diharapkan, setidaknya saya bisa mengurus
anak,” ujar Bu Isman kala itu. Kalimat beliau 7 tahun silam saya catat di iPad
karena maknanya terasa mendalam.
Beliau sehari-harinya menunggu toko sendiri. Kadang tokonya ditutup sebentar karena ia harus menjemput anaknya dari sekolah. Anak-anak Bu Isman sudah terbiasa menemani ibunya berjualan. Kalau minta pulang ya tokonya ditutup lagi.
Perpisahan
Silaturrahim
saya dengan Bu Isman tak berlangsung lama. Tiga bulan kemudian saya pamit ke
beliau karena tak lagi merantau di Palu. Saya memutuskan resign dan kembali ke
Jawa.
Ada
nada sedih saat pertemuan terakhir kami. Teringat masa-masa menyenangkan ketika
saya mampir ke toko Bu Isman. Saya suka mendengar cerita-cerita beliau,
bagaimana beliau mengembangkan usaha, pengalaman beliau kulakan ke Tanah
Abang, juga mengalami jatuh bangunnya suatu usaha.
“Kalau pohon akarnya kuat, meski daunnya dipangkas habis masih bisa tumbuh lagi. Kalau usaha kena masalah, selama pondasi diri kuat bisa dicari lagi.” – Bu Isman.
Kini,
saya tidak tahu bagaimana kabar Bu Isman dan toko tenun ikat Donggala miliknya.
Nomer HP beliau hilang saat saya mengganti HP. Namun, tiap kali melihat wastra
khas Donggala saya teringat kata-kata dan usaha beliau dalam menjalani peran
sebagai womanpreneur.
#writober
#RBMIPJakarta
#wastra
Keren. Coba masih ada kontaknya mbak, bisa diteruskan itu jualan online-nya mantap.
ReplyDeleteudah gak ada, mbak
Deletefoottrip store masih ada tapi beralih ke batik dan kulit.