Ibu Nggak Boleh Capek
Entah apa yang ada di pikiran kedua anak ini. Mata mereka lekat memandang ibu yang terisak-isak. Tangis ibu pecah, lebih kencang dibanding biasanya. Ibu yang selama ini nampak tenang menemani mereka ketika ayah sedang bekerja seketika tantrum. “Ini kenapa, ya?” tanya si sulung.
Superhero harus siap lawan kejahatan |
Cari Tahu Penyebabnya
Tak ada yang berbeda dari hari biasa.
Rumah berantakan hasil kreativitas anak-anak. Selimut di kamar tidur berubah
menjadi tenda. Buku-buku berserakan di lantai setelah dibaca. Air minum tumpah karena
gelas dibiarkan saja di lantai. Semua itu wajar ketika ada anak usia dini di
rumah.
Justru yang tidak wajar adalah
reaksi ibu yang berlebihan, sungguh lebih dari hari-hari kemarin. Tangisan ibu
begitu kencang dan lama. “Ih, memalukan. Ibu macam apa yang menangis layaknya
anak kecil di depan anak kecil?” mungkin itu cemooh yang akan dilemparkan orang
lain yang hanya melihat sekotak adegan tersebut.
Entah sudah berapa menit berlalu
hingga tangis ibu mereda. Ia merengkuh kedua buah hatinya yang sedari tadi
melongo menyaksikan luapan emosinya sambil berkata, “Ibu capek, Nak.”
Capek. Sebuah kata yang tabu
diucapkan oleh seorang ibu. Mengurus anak, mengelola rumah tangga itu memang
capek. Jangan bilang begitu seperti tidak bersyukur saja!
Deg! Apakah demikian? Tak
bolehkah ibu mengutarakan perasaannya? Ketika ibu berkata capek bukan lantas
ibu meninggalkan kewajiban selamanya. Bukan pula ibu menyesal mengambil tanggung
jawab peran ini. Bukan. Ibu hanya ingin rehat sejenak, menenangkan diri.
Ah iya, rehat. Ibu butuh rehat
karena hari ini jadwal ibu cukup padat. Dari siang hingga malam ibu mengasuh
anak sambil bekerja. Ada satu pekerjaan yang membuat ibu harus multitasking
bahkan melewatkan waktu tidur siang.
Sungguh krusial efek tidak tidur
siang bagi ibu. Rasa lelah tersebut berubah menjadi amarah, pada diri sendiri
dan keluarga. Ibu tantrum. Terdengar lucu tapi nyata terjadi.
Obrolan dengan Suami
Ayah pulang kerja dalam keadaan
lelah, fisik maupun emosi. Namun, karena membaca rentetan chat ibu, ia menjadi
lebih siap mental menghadapi kondisi rumah.
Tak ada teriakan maupun tangisan
yang menambah riuh hari itu. Semuanya kembali tenang seperti sedia kala. Akan
tetapi, ibu perlu membicarakan hal ini dengan ayah agar tantrum tidak terulang.
Syukurlah ayah memahami dan
setuju bahwa stigma ibu nggak boleh capek itu salah. Ibu berhak memiliki waktu
untuk dirinya sendiri karena mengasuh anak memang menantang. Bahasa
kekiniannya, “Me-time”.
Entah ibu mau jalan-jalan
sendiri, makan makanan kesukaan, menulis, atau apalah sesuai yang ibu mau. Biar
anak-anak bersama ayah. Mungkin tak selihai ibu akan tetapi percayalah ayah
punya “cara ayah” untuk menemani anak-anak.
Menikmati waktu diri sendiri untuk recharge energi |
Si bungsu selalu bangun ketika azan, termasuk azan subuh, padahal waktu pagi menjadi waktu yang tepat untuk ibu menikmati kesendirian sebelum disibukkan urusan domestik. Alhamdulillah ayah mengajak anak bayi itu jalan-jalan ke taman. Sedikit waktu sendiri yang sangat ibu syukuri untuk membangun mood sebelum menjalani aktivitas hari ini.
Akupun menganggab stigma itu salah mba. Ibu berhak capek dan berhak punya me time. Bersyukurlah istri yg mempunyai suami yg sangat support dan mau mengerti kalo istrinya capek dan dia ikut membantu meringankan. Walopun mungkin ga bisa kasih ART, setidaknya bantulah kerjaan istri sesekali.
ReplyDeleteSuamiku termasuk yg mau menolong urusan rumah tangga.
alhamdulillah ya mbak kalau pasangan bisa memahami dan berbagi peran. Sedikit aja perhatian itu sudah melegakan ibu.
DeleteAku juga ga setuju dengan stigma begitu mba. Istri boleh merasa capek dan berhak utk punya me time. Suami yg baik harusnya bisa mengerti soal itu, dan mau mensupport istrinya ketika capek. Ntah dengan memberi si istri wktu istirahat ato dia mengambil alih sedikit kerjaan istrinya. Walopun mungkin ga bisa memberi ART untuk emmbantu, tapi janganlah keberatan mengerjakan sedikit pekerjaan istri trutama pas dia capek.
ReplyDeleteSuamiku termasuk yg ga keberatan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Setelah aku resign dr kantor pun tetep aja babysitter dan ART hrs ada, Krn dia tau aku ga terlalu terbiasa dengan kerjaan rumah. Aku bersyukur sih Krn itu, setidaknya aku masih bisa melakukan pekerjaan lain yg bisa aku kerjakan dr rumah jadinya.
terima kasih sharingnya ya mbak Fanny.
DeleteSenang deh baca ceritamu punya suami yang memahami dan mendukung.
walau judulnya IRT bukan berarti seluruh pekerjaan rumah tangga dikerjakan istri semuanya, kan.