Kurikulum Homeschooling TK. Pertanyaan yang kerap saya jumpai
yaitu bagaimana kurikulum homeschooling yang kami pakai. Karena SID masih usia
TK, kami menggunakan kurikulum homeschooling usia dini untuk panduan kegiatan
sehari-hari. Kurikulum ini begitu mudah dan dapat diterapkan sejak anak berusia
0 tahun.
Homeschooling usia dini tidak seruwet mainan SID |
Belajar Tapi Tidak Sekolah
Sejak lahir, anak kami belum
pernah sekolah formal. Di usia SID yang kini 5 tahun, teman-temannya sudah bersekolah
TK tetapi kami memutuskan untuk menikmati sekolah rumah atau homeschooling usia
dini.
SID tidak bersekolah bukan berarti
tidak belajar. Fitrah anak-anak itu belajar dan mereka adalah pembelajar alami.
Ada saja idenya untuk berkreasi dan bereksplorasi. Kami, sebagai orangtua,
sedapat mungkin memfasilitasi kebutuhannya.
“Tugas utama anak pada 6 tahun pertamanya adalah mengeksplorasi sebanyak mungkin hal di lingkungan sekitar dengan indranya dan belajar bahwa orang dewasa di sekelilingnya mendukung proses eksplorasi tersebut." (Jatuh Hati pada Montessori, hal. 111)”
Mengutip pernyataan praktisi
homeschooling Sumardiono dari Rumah Inspirasi, Homeschooling Usia Dini adalah
proses pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga untuk anak-anaknya sendiri
yang berusia 0 tahun (bayi) hingga 6 tahun (pra-sekolah). HS Usia Dini ini sangat
mungkin dan mudah dilakukan di Indonesia. Bila nantinya mau melanjutkan masuk
SD (sekolah formal) bisa saja, tidak wajib ada ijazah TK. Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) no. 20/2003 melarang praktek penggunaan ijazah
TK dan PAUD sebagai prasyarat masuk SD.
Baca juga: 5 Mainan Edukatif untuk Balita
Kurikulum Homeschooling Usia Dini
Menjalani sekolah rumah atau
homeschooling bisa pilih mau pakai kurikulum sesuai Kemdikbud, pendidikan luar
negeri, atau mengatur kurikulum sendiri pun sah-sah saja. Kurikulum dari
Kemdikbud umumnya dipakai bila anak homeschooling usia sekolah mau mendapat
ijazah seperti sekolah formal. Nantinya anak perlu mengikuti ujian Paket A, B, atau
C sesuai jenjangnya.
Keluarga kami masih belum sampai
ke homeschooling usia sekolah karena SID baru 5 tahun dan si murid baru, baby
Uno, berusia 6 bulan. Saat ini kami menjalani homeschooling usia dini dengan
mengadaptasi kurikulum PAUD Non-formal dari Diknas tahun 2007.
Untuk panduan kegiatan atau stimulasi
apa saja yang dilakukan, saya berpatokan pada parameter perkembangan anak usia
0-6 tahun berdasarkan panduan Departemen Pendidikan Nasional (Diknas).
Parameter ini menilai beberapa
bagian dengan indikator masing-masing, yaitu:
- Moral dan nilai agama
- Sosial, emosional, dan kemandirian
- Bahasa
- Kognitif
- Fisik/motorik
- Seni
Kalau di sekolah ada yang namanya
rapor, parameter dalam bentuk checklist ini menjadi semacam alat memantau perkembangan
anak. Oh, yang kurang bagian A, yang sudah dikuasai anak bagian B, dan seterusnya.
SID belajar sambil menemani ibu kerja |
Ketika SID ulang tahun, saya
mulai melihat poin-poin apa saja yang perlu ia kuasai selama setahun ke depan. Lalu,
ada evaluasi berkala untuk melihat sudah sejauh mana kemampuannya berkembang.
Meski demikian, bukan berarti
kami saklek harus centang semua isi ceklis. Waduh, stress sendiri nanti. Perlu diingat
perkembangan anak berbeda-beda.
Kalaupun ada indikator yang belum
terpenuhi, saya evaluasi sikap dan stimulasi orang tua. Misal, indikator untuk
anak usia 4-5 tahun adalah membuka dan memasang tali sepatu sendiri. SID belum menguasai ini. Hal tersebut wajar
karena kami jarang memakai sepatu, SID bahkan tidak punya sepatu bertali.
Unduh Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini (0-6 tahun) yang diolah Sekolah Alam Semesta DI SINI.
Oh ya, checklist ini baru saya
ketahui ketika SID berusia 3 tahun. Sebelumnya, dari usia 0-3 tahun saya berpatokan
pada Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) yang dapat diunduh di
sini. Materi KPSP ini sama dengan aplikasi PRIMAKU dari IDAI yang dapat diunduh
di smartphone. Memantau tumbuh kembang anak menjadi lebih mudah.
Selain mengisi ceklis tersebut,
saya juga membuat jurnal observasi anak. Ya semacam buku diary yang
menceritakan hari ini anak-anak ngapain aja, bagaimana perasaan mereka, dan
seterusnya.
Baca juga: Dokumentasi Homeschooling Anak
Customized Curriculum
Poin-poin di kurikulum PAUD
Non-Formal dari Diknas di atas sudah tergolong lengkap dan mencakup seluruh
area perkembangan anak. Akan tetapi, dalam penerapannya kami menambahkan
beberapa hal dan membuat indikator tambahan selain dari yang sudah ada. Ini
karena kustomisasi kurikulum menyesuaikan dengan nilai dan kondisi keluarga.
Misalnya, keluarga kami menekankan
pentingnya beribadah. Sejak dini kami sering mengenalkan nilai-nilai keagamaan pada
anak seperti rajin mengajak ke masjid, mendengarkan lantunan ayat-ayat Alquran,
membiasakan doa-doa, membaca kisah nabi, dan sebagainya.
Manfaat dari customized
curriculum ini memudahkan melihat progress anak. Tak perlu membandingkan dengan
anak tetangga yang banyak sekali perbedaan dari segi background keluarga
ataupun nilai-nilai yang dianut. Cukup berpatokan pada checklist yang telah
disusun. *ga baperan.
Baca juga: Persiapan Anak Masuk SD
Metode Homeschooling
Dalam homeschooling atau sekolah
rumah ada beragam metode yang digunakan. Mau metode Montessori, Charlotte
Mason, unschooling, travelschooling, dan sebagainya. Tiap keluarga dapat
menyesuaikan dengan kondisi dan nilai yang dianut. Itulah yang saya sukai dari
homeschooling, flexible and customized.
Keluarga kami masih 5 tahun
menjalankan sekolah rumah, pengalaman masih seuprit banget. Selama ini dalam
memberikan stimulasi, kadang kami menggunakan metode Montessori. Saya suka
filosofi Montessori yang “follow the child” dan belajar dari konkret ke
abstrak.
Akan tetapi saya enggak saklek
harus semuanya Montessori dengan apparatus yang harganya lumayan. Saya adopsi
dengan benda-benda yang ada di rumah terutama untuk practical life skill ya
menggunakan alat asli. Contohnya ketika SID belajar memasak di usia 5 tahun. Dia
belajar menyalakan kompor juga memasukkan bahan-bahan. Waktu usia 3 tahun ia
belajar memotong pasta dengan pisau dapur.
Kegiatan mengenal huruf |
Di awal SID belajar membaca, saya
kenalkan phonic seperti langkah di Montessori. Namun, ia lebih tertarik dengan
buku “Cara Praktis 70 Jam Buku Panduan Belajar Membaca” ketika belajar membaca
per-suku kata. That’s fine. Goal-nya bisa membaca, kan.
Selain itu, kami sering mengajak
SID berjalan-jalan. Belajar tentang bunga sambil melihat langsung di taman. Belajar
tentang kereta api ya ke stasiun dan melihat proses dari membeli tiket sampai
naik kereta. Dengan melihat dan mengalami langsung, insya Allah anak lebih
mudah memahami.
Sayangnya sejak zombie corona
menyerang bumi, kami belum bisa jalan-jalan jauh lagi. Paling sering ya
berjemur di tanah kosong depan. Lumayan lah, tanahnya enggak kosong-kosong
amat. SID bisa naik-turun gundukan tanah, berinteraksi dengan hewan dan rumput
liar.
Eh, kok jadi baper lagi mikirin virus.
Udah kangen main ke museum, perpustakaan, kolam renang, juga berkunjung ke
rumah teman-teman.
Baca juga: Buku Homeschooling Usia Dini
Bermain itu belajar, belajar itu bermain |
Segitu dulu cerita singkat
tentang kurikulum dan metode homeschooling usia dini yang kami lakukan. Mau pakai
yang mana, kembali ke keluarga masing-masing. Sama seperti memilih sekolah. Ada
yang sekolah negeri aja. Ada yang prefer sekolah swasta bilingual. Ada yang
maunya sekolah berbasis agama. Apapun itu semoga menjadi keputusan terbaik
untuk bersama dan bahagia menjalaninya.
Referensi:
Paramita, Vidya Dwina. 2018. Jatuh
Hati pada Montessori. Yogyakarta: B first.
Emang keren bunda Sid ini, hehehe. Sehat-sehat selalu ya, mbak
ReplyDeleteHai Mbak Litha,
Deleteaamiin ... sehat-sehat buatmu sekeluarga yaa
Wah.
ReplyDeleteTernyata kurikulum punya Diknas bisa diakses umum ya?
Selama ini masih patokan KPSP saja untuk milestone tumbang anak.
Sama punya CDC sih. Hehe..
Terimakasih, Mbak ��
Aku dapat dari webnya Rumah Inspirasi. Sudah diolah dari sana, mbak.
DeleteCDC itu apa ya?
emang salah satu jalan di masa pendemi ini ya home schooling
ReplyDeleteada pandangan seperti ini tapi sebelum switch dari sekolah formal ke homeschooling perlu banyak pertimbangan, mbak.
DeleteWah Sid udah bisa nyalain kompor, anak2 belum, pas di dapur masih terbatas bantuin metikin sayur wkwkwk. Soale komporku agak seret #alesyan.
ReplyDeleteIyo bener, kalau masih usia dini fitrahnya maen dan nempel mulu ma ortunya jd HS UD adalah salah satu pilihan terbaik.
wahaha mungkin ini saat yang tepat bagi anda mengganti kompor
Deletedulu komporku harus dipancing pakai korek api supaya menyala trus sekarang ganti kompor yang lebih mudah, deh. Anak jadi PD buat menyalakan dan mematikan kompor.
aku penasaran nih kalo kurikulum buat anak SD gimana ya? hahaha tapi nanggung sih Darell udah kelas 3 insyaaallah kelas 4. aku tuh tertarik sama metode homeschooling semenjak belajar dari rumah pandemi covid
ReplyDeleteKalau anak SD ya fokus ke pengembangan minat dan bakatnya. Ga semua pelajaran sekolah dipelajari di rumah. Eh tapi tergantung si keluarganya, hehe.
DeleteSemangat belajar yaa Darell
Sebaik baik rumah adalah yang memberi banyak manfaat buat anak,
ReplyDeletehomeschooling jika diterapkan dengan baik pastinya akan membuat anak berkarya dengan serapan dari sekitar
Anak menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah, apalagi masa pandemi gini. Maka, menciptakan rumah yang nyaman untuk proses belajar itu manfaatnya besar buat perkembangan anak.
Deleteaku jadi galau nih mbak hehe.. rencana nya tahun nini anak mau masuk PAUD, tapi liat situasi sepertinya bakal ditunda, udah download juga kurikulumnya. tapi masih ragu ama diri sendiri bisa ga konsisten ngedampingi anak belajar di rumah
ReplyDeleteSemangat memantapkan diri yaa mbak!
DeleteSituasi pandemi gini sekolah baru pun sepertinya akan ada bagian yang online learning.
Jaman now pilihan pendidikan anak memang sangat beragam. Intinya memang pada kebutuhan setiap keluarga dan harus mempertimbangkan kebutuhan anak. Setiap keputusan terkait pendidikan juga mungkin mempengaruhi masa depan anak. Tapi ada juga skill dasar yang harus diasah di manapun sekolahnya. Nah, skill itu yg sebenarnya ngaruh banget untuk kehidupan anak di dunia nyata nanti. Sukses terus HS-nya ya. Sealu salut dengan home schooler.
ReplyDeleteIyaa mbak Ais. Tiap keluarga punya tujuan dan cara berbeda dalam hal pendidikan so pilih yang paling cocok.
DeleteAaakkk, aku masih terngiang2 webinar soal Homeschooling dari duo pasutri Rumah Inspirasi.
ReplyDeleteKece bgt kalo semangat ini diterapkan pd anak sejak dini ya.
Sid keren! Makin pintar, sholeh dan taqwa yaaaa
Aamiin. Mbak ikut webinarnya rumah inspirasi yaa
DeleteAnakku juga ngak lanjut ke tk B tahun ini jadi dia juga home schooling juga. kebetulan karena waktu kerja agak longgar jadi bisa bikin materi pelajaran, alhamduillah dulu pernah ngajar jadi skrng ngajarin anak sendiri. Biaya sekolah paud hingga tk mahal banget, padahal bisa kok dilakukan sendiri apalagi untuk ibu runah tangga.
ReplyDeleteSelamat bereksplorasi bersama Mama, yaa Ale!
DeleteKeren banget Mbak menjalankan homeschooling dengan kompak..di Semarang ada komunitasnya dan sering ketemuan untuk bermain dan belajar bersama..kadang kami ikut juga kegiatannya..
ReplyDeleteIya mbak. Di Jakarta juga ada komunitas homeschooling. Bisa main bareng. Terbuka buat anak yang sekolah formal juga kalau mau ikutan acaranya.
DeleteKalau orangtuanya mampu, saya gak masalah dengan adanya homeschooling. Ortu kudu mau repot juga banyak belajar. Saat pandemi seperti ini, rasanya sangat bersyukur kalau nerapin homeschooling
ReplyDeleteKami masih belajar dan terus belajar, mbak :)
DeleteSelalu salut sama keluarga yang menjalankan homeschooling untuk anak-anaknya. Dulu dua anak tertuaku juga HS sampai kelas 2 dan 3 SD sampai kemudian mereka sendiri yang minta belajar di sekolah formal karena pengen merasakan sekolah pakai seragam hahaha. Untungnya dulu sistem pendidikannya belum online seperti sekarang, jadi gampang aja mereka langsung loncat kelas begitu masuk sekolah umum. Yang penting anak2 belajar dengan rasa senang dan bahagia.
ReplyDeleteWah bisa ya langsung loncat kelas lanjutin dari HS-nya.
DeleteKalo usia sekolah ga tau deh ini Sid maunya gimana. Dipertimbangkan lagi mau HS atau sekolah formal.
Sudah bacaaa. Dapat new insight nih tapi tipeku emang harus ada pedoman tertulis hehe. Maaksih banyak untuk postingan ini Mbak Helena
ReplyDeleteBisaaa, Bu Guru. Buat pedoman tertulis yang memudahkanmu saja. Nanti aku lihat ya. Hehehe
DeleteAku percaya setiap sistem pendidikan pasti ada plus minusnya ya.
ReplyDeleteIntinya, harus fokus ke perkembangan anak!
Apa yang menjadi keinginak anak, disitulah tolak ukur metode pendidikan apa yang sebaiknya dipertimbangkan orang tua.
Betul mbak Anna. Yang belajar Kan anak. Yang merasakan ya si anak.
DeleteAnakku usia 4 tahun juga belum bisa tali sepatu mbk, ya karena jarang bahkan nggak pernah pake sepatu hehe. Selalu salut sama orangtua yang menjalankan HS. Keren..
ReplyDeleteHehehe iya nih Sid belum mau belajar mengikat tali. Sepatunya dia pakai Velcro Dan jarang dia pakai sampai kesempitan.
Deletetanda-tanda mau hs ya mak buat anak-anak.aku kok kurang sabar ya rasanya kalau hs sedih jadinya huhuhuhu
ReplyDeletedulu sempat bebikinan. sekarang ga wes ga sanggup
Aku juga pernah marah kok mbak Echa. Hehehe
DeleteKalau lagi capek, biar Aja anaknya bebas main
Kok aku semangat liat postingan ini. Duh, kangen masa2 anak msh usia dini kemarin. Sekarang main2 begini dia udah bosaaan. Haha. Yang kurikulum anak SD homeschooling ada gak mak?
ReplyDeleteUdah SD mereka sibuk sendiri Kali ya? Hehehe
DeleteKalau SD umumnya mengikuti bakat minat si anak, mbak. Fokus utama bukan semua pelajaran sekolah dipelajari.
Baru tahu banget ternyata homeschooling juga ada kurikulumnya ya. Saya kira para ortu bebas menentukan gaya dan materi yang akan disampaikan kepada anak-anak.
ReplyDeleteBebas, Mbak Lina.
DeleteKurikulum PAUD non formal dari Diknas ini buat guidance aja. Mau dipake, monggo. Enggak juga ga apa.
ponakanku yang baru kelas 1 SD kayaknya mau homeschooling aja nih mak gegara Corona yang belum usai, adik ku khawatir nyekolahin anaknya ke sekolah formal.. izin share ya mak
ReplyDeleteIya yaa kalau anakku sekolah formal keknya mikir lagi mau lepasin dia di sekolah
Deleteaku sekarang mulai kepo dan banyak mencari informasi mengenai homeschooling, dan pakat . sambil nunggu informasi yang valid
ReplyDeleteKebanyakan infonya dari praktisi homeschooling, mbak. Bisa juga info legalitas dan aturan dari Kemdikbud
DeleteWah pas banget nih mbak Helena nulis artikel yang lagi aku cari.Soalnya anakku masuk usia 3 tahun dan aku sedang berpikir untuk memulai Homeschooling Mbak. Tadinya aku sempet insecure karena omongan tetangga yang sering nanya kok anaknya ga dimasukin PAUD . Untung sekarang udah enggak, soalnya aku pengen anakku homeschooling kayak SID.
ReplyDeleteIya sering banget ditanyain gini. Udah sekolah? Ya ku jawab udah, homeschooling. Heheh
DeleteHomeschooling sekarang kayaknya diincar banget ya sama ortu.. Aku butuh kurikulum untuk yang usia SMP nih..
ReplyDeleteHomeschooling Usia sekolah sesuai kesepakatan keluarga, mbak. Bisa ikuti minat anak, mau ijazah apa tidak, dsb
Deletebanyak yaa mba cara untuk belajar bareng anak - anak dari usia sedini mungkin. Learning by playing is indeed fun
ReplyDeleteAnak-anak belajar sambil bermain malah cepet paham, mba 😊
DeleteDulu pernah ikut pembahasan yang Charlotte Mason bareng teman-teman homeschooling, meskipun aku tidak memilih cara ini untuk mendidik anak-anak. Diambil sisi baiknya tentang penanaman budi pekerti dan kreativitas berdasarkan minat dan bakat.
ReplyDeleteSepakat, mbak.
DeleteBelajar homeschooling ini bisa lebih mengenal anak dan dapat ide-ide pembelajaran. Walau anak sekolah formal, orang tua tetap perlu pantau perkembangannya
terima kasih infonya mom. saat ini saya sedang cari info tentang sekolah di rumah.
ReplyDeleteIya mba, semoga Bermanfaat
Deletekalau bapak seperti saya berasa dilema saja kalau hadapi masalah kaya gini :D
ReplyDeleteEh kenapa?
Deletenoted nih buat adik yang sedang nyari informasi ini nih, mau homeschooling aja dulu mumpung masih 4thn
ReplyDeleteWah, makasih banget tulisannya. Aku emang lagi nyari-nyari nih contoh metode dan kurikulum sekolah untuk Aksa.
ReplyDeleteIyaa Teteh semoga Bermanfaat
Deletemakasih yaaa. saya langsung donlot Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) loh. duh saya jd tahu. anak saya 2.5 th, saya ajari warna angka bentuk dan huruf selalu nih.tp gak tau caranya bener atau gak. dan mana yg udah dia pahami
ReplyDeleteOoh iya KPSP bisa sampai anak usia 5 tahun
DeleteAndai omongan sepupu dan keluarga besar nggak sampai ke telinga Salfa, mungkin sampai sekarang dia masih HS, Mbak
ReplyDeleteSaya sekolahkan karena si anak yang minta sekolah akibat diejek keluarga besar
Wah iya ya mbak. Semoga itu yg terbaik buat kalian yaa
DeleteWih, keren Mbak. Salut loh akutuh sama orangtua yang menerapkan home shooling buat anaknya. Tantangannya pasti banyak dan ga mudah. Aku jadi tertarik juga nih untuk terapin home shooling ke anakku.
ReplyDeleteHeheh tiap jalan yang dipilih selalu ada tantangan, mbak. Nikmatilah :)
Deletewah, aku baru mulai nih cobain home schooling ^^ baru belajar nih, sekalian jadiin jurnal buncek juga xD sid dibuatin jadwal rencana per pekan atau bulanan gitu ga mbak? biasanya ide mainnya dapet referensi dari mana aja?
ReplyDeleteGa Ada jadwal, heheh
DeleteTermasuk yg mengalir banget lihat dia suka apa. Aku tuh puyeng dg jadwal yg terlalu rinci.
Ide main dapat dari buku, internet, banyaaak