Luar biasa efek corona. Playground tutup, masjid tutup, bahkan sekelas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi pun tutup. Ini lanjutan pengalaman saya selama pandemi covid-19 di Jakarta.
Jadi rajin berjemur tiap pagi |
Baca juga: Ketika Zombie Corona Menyerang Bumi (1)
Tidak Ada Sholat Jumat
Saya sering lupa hari namun mudah
mengingat hari Jumat karena biasanya terdengar lantunan ayat Alquran dari
masjid seberang. Akan tetapi, Jumat, 10 Maret 2020 terasa sunyi. Bahkan masjid hijau yang megah itu tidak mengadakan sholat Jumat. Hanya azan sebagai penanda masuknya waktu dhuhur.
Inilah hari
pertama diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar alias PSBB di Jakarta. Sebagian
besar fasilitas umum tutup, termasuk tempat ibadah. Sampai diterbitkan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 supaya mempertegas hukum physical distancing ini.
Berbeda dengan masjid di seberang, masjid di dekat tempat tinggal kami sudah meniadakan sholat Jumat selama 3 minggu terakhir. Masjid Al-Ikhlas sedang bergiat menambah program-program baru seperti pembagian ta'jil tiap Senin dan Kamis, makan siang selepas sholat Jumat, serta TPQ yang baru berjalan 2 minggu. Semua kegiatan tersebut dihentikan. Duh, sedih banget membaca pengumumannya.
Di masjid masih ada kegiatan sholat tetapi membawa peralatan sholat sendiri. Kalaupun ada yang mau berjamaah, itu atas dasar keinginan para jamaah, bukan official dari pengurus masjid.
Awal ditiadakannya sholat Jumat di masjid ini membuat galau Ayah SID. Menjelang dhuhur, beliau mencari masjid-masjid yang masih melaksanakan sholat Jumat. Setelah berkeliling, Ayah SID menemukan masjid di dekat kampus yang mengadakan sholat Jumat. Berhubung banyak masjid yang tutup, jamaah berkumpul di masjid ini. Dempet-dempetan deh. Maka, minggu-minggu berikutnya, Ayah SID memilih sholat dhuhur berjamaah di rumah saja.
Cuci Tangan dan Pakai Masker
Di tengah serbuan zombie corona, saya melihat dimana-mana dianjurkan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik. Bila air tidak ada, gunakan hand sanitizer dengan kadar alkohol min.70% untuk membunuh virus. Sebelum makan, cuci tangan. Setelah memegang HP, cuci tangan. Setelah memegang uang, cuci tangan. Jangan menyentuh mata, hidung, dan mulut sebelum apa? Yup, cuci tangan! *pinter ....
Tahu Obsessive-compulsive disorder (OCD)? Teman saya sempat mengalami OCD. Sebelum keluar rumah, ia berulang kali mengecek apakah kompor sudah dimatikan, pintu kamar sudah dikunci, dsb. Ia mengalami kekhawatiran berlebih. Khawatir itu baik tetapi khawatir yang berlebihan membuat hidup tidak tenang. OCD ini termasuk mental illness, lho.
Anjuran mencuci tangan di atas itu sangat baik. Itu termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Saya pun akhirnya hafal gerakan cuci tangan yang gambarnya sering terlihat di rumah sakit. Tapi, di tengah pandemi seperti ini kok saya khawatir kena OCD, ya? Sedikit-sedikit teriak ke SID, "Cuci tangan, Nak."
Selain mencuci tangan, anjuran memakai masker juga menjadi hal penting. Di awal pandemi, hanya orang yang sakit batuk pilek yang pakai masker. Sekarang ini sudah ada pengumuman tertulis bahwa tiap orang yang keluar rumah harus memakai masker. Berhubung masker sekali pakai semakin langka dan harganya naik gila-gilaan (enggak menunggu hari Senin harga naik), masyarakat dapat menggunakan masker kain dengan kriteria tertentu.
Eh, banyak peluang di antara musibah ini, lho. Ada yang membuat hoodie dan topi anak dengan plastik mika penutup wajah. Ada pula jilbab plus masker. Ku sempat tergoda membeli tapi sedang mengencangkan ikat pinggang.
Hand sanitizer dan masker menjadi naik daun. As I said before, harganya naik berkali-kali lipat. Pantas saja nampak antrean panjang di Family Mart karena menjual hand sanitizer dengan harga normal. Bedanya bisa 3-4 kali lipat!
Alhamdulillah saya masih punya sebotol hand sanitizer dari rumah sakit waktu melahirkan. Untung saja belum dibuang. Stok aman, lah. Kan jarang keluar rumah. Kalau di rumah saja ya cuci tangan dengan sabun dan air.
Alhamdulillah juga Ayah SID sudah membuatkan masker kain untuk sekeluarga. Maskernya anti ribet dengan ban karet lebar untuk head loop. Cocok buat saya yang memakai jilbab. Tidak perlu mengikat tali.*Di-order maskernya, kakak ....
Setelah berminggu-minggu stay at home, saya harus pergi untuk berobat dan imunisasi. Pengalaman keluar rumah insya Allah saya ceritakan di tulisan selanjutnya. Udah dipanggil baby Uno.
Sambil menunggu, bikin pesawat aja, nih: Tutorial Pesawat Kardus
See ya! Stay healthy and happy!
Anjuran mencuci tangan di atas itu sangat baik. Itu termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Saya pun akhirnya hafal gerakan cuci tangan yang gambarnya sering terlihat di rumah sakit. Tapi, di tengah pandemi seperti ini kok saya khawatir kena OCD, ya? Sedikit-sedikit teriak ke SID, "Cuci tangan, Nak."
Selain mencuci tangan, anjuran memakai masker juga menjadi hal penting. Di awal pandemi, hanya orang yang sakit batuk pilek yang pakai masker. Sekarang ini sudah ada pengumuman tertulis bahwa tiap orang yang keluar rumah harus memakai masker. Berhubung masker sekali pakai semakin langka dan harganya naik gila-gilaan (enggak menunggu hari Senin harga naik), masyarakat dapat menggunakan masker kain dengan kriteria tertentu.
"Saya khawatir orang lain insecure melihat saya tanpa masker"
Eh, banyak peluang di antara musibah ini, lho. Ada yang membuat hoodie dan topi anak dengan plastik mika penutup wajah. Ada pula jilbab plus masker. Ku sempat tergoda membeli tapi sedang mengencangkan ikat pinggang.
bucket hat anti-corona (sumber: Shopee) |
Hand sanitizer dan masker menjadi naik daun. As I said before, harganya naik berkali-kali lipat. Pantas saja nampak antrean panjang di Family Mart karena menjual hand sanitizer dengan harga normal. Bedanya bisa 3-4 kali lipat!
Alhamdulillah saya masih punya sebotol hand sanitizer dari rumah sakit waktu melahirkan. Untung saja belum dibuang. Stok aman, lah. Kan jarang keluar rumah. Kalau di rumah saja ya cuci tangan dengan sabun dan air.
Alhamdulillah juga Ayah SID sudah membuatkan masker kain untuk sekeluarga. Maskernya anti ribet dengan ban karet lebar untuk head loop. Cocok buat saya yang memakai jilbab. Tidak perlu mengikat tali.*Di-order maskernya, kakak ....
Setelah berminggu-minggu stay at home, saya harus pergi untuk berobat dan imunisasi. Pengalaman keluar rumah insya Allah saya ceritakan di tulisan selanjutnya. Udah dipanggil baby Uno.
Sambil menunggu, bikin pesawat aja, nih: Tutorial Pesawat Kardus
See ya! Stay healthy and happy!
iya...sedih banget makin bertambah terus, konon di China sudah ada virus jenis baru.
ReplyDeleteudah mau 1 bulan sama sekali gak keluar rumah berusaha jadi pahlawan tak terlihat wkwkwk.
stay safe ya
Udah genap satu bulan, tulisan tentang korona aku baru mau d up besok mba Hel. Semoga kita dikuatkan selalu ya, sedih banget semoga pas ramadhan, virus ini segera berlalu
ReplyDeleteGa tau ini normal apa enggak. Tapi jujur setelah 2 minggu pertama sekolah libur, saya kok nyantai.
ReplyDeleteTetep di rumah aja, paling keluar keliling kompleks atau ke minimarket. Pake masker, iya, cuci tangan jd lbh sering.
Tapi perasaan hati santuy.
Sepertinya corona secara perlahan udah mengubah kehidupan kita, termasuk tentang ibadah.
ReplyDeletemesjid deket rumahku juga udah beberapa minggu ini meniadakan jumatan, walauapun ada beberapa bapa bapa yag tetep ngotot pengen ngadain jumatan huhuhu,s emoga kondisi ini segera berlau
ReplyDeleteAlhamdulillah, kami di Cianjur Selatan ini kehidupan masih seperti biasa. Yg bikin beda lebih ke kesadaran individu untuk jaga jarak dan melakukan pola hidup sehat. Wilayah kami masih zona hijau. Semoga bisa bertahan dan yang status zona merah segera berganti hijau pula.
ReplyDeleteAlhamdulillah juga ibadah solat Jumat, pengajian buibu dan bapaknya, termasuk anak mengaji kami sebanyak dua puluh orang santri tetap berjalan seperti biasa. Jadi tidak merasakan dampak yg sangat signifikan. Apalagi belanja berlebih, kami masih tidak melihat seperti itu di kampung ini
kirain cuma aku yang mikirnya corona ini kayak di game2 zombie gitu mbak :( semoga semua capt berlalu dan kembali normal ya mbak
ReplyDeleteYa ampun mpo ketawa geli, lihat sid nongkrong saat berjemur. Ayah kreatif bikin masker sendiri dan peluang untuk usaha.
ReplyDeleteTernyata pandemik corona ada hikmahnya juga ya
semogaa lekas membaiikk semuanyaa ya mbak, huhu betapa merindukan kebebasan. Sehat-sehaat selaluu yaa mbak :)
ReplyDeleteKarena pandemi ini, mesjid dekat rumah tuh hanya twrdengar suara adzan, nggak ada suara ngaji gitu kak. Aku rindu suara dari speaker mwsjid padahal
ReplyDeleteiya ya biasa disini kalau hari jum'at ramai orang lewat depan rumah mau sholat jumat sekarang sepi-sepi aja.
ReplyDeleteSyedih, gemesh, greget, pengen berdoa supaya mbak Cor segera pergi jauh dr pelosok dunia ya. Bikin masjid jadi tak mengadakan SholJum. Awalnya seperti tak terima kalau 3 lelakiku meninggalkan sholat Jumat karena pandemi ini. Tapi akupun khawatir kalau g nurut sm instruksi pemerintah akhirnya Bismillah aja, kamipun sholat jamaah di rumah. Sehat selalu Sid dan Uno, endingnya ibu mu jualan masker (kreatif dong haha)
ReplyDeleteSama Mak sid, awal2 suami bingung cari mesjid yang buat jumatan cuman ada yg buka tp malah dempetan akhire sama milih solat dhuhur aja deh
ReplyDeleteKok enak ono lapangan deket rumahmu :D
ReplyDeleteIni Dema yang jd bolak balik cuci tangan alias mainan sabun nih, jd abis apa2 cuci tangan eh ternyata mainan sabun hedeh. Ada bagusnya tapi ya jd agak berlebihan dan ngabisin sabun hehe
Di sini beberapa masjid masih mengadakan shalat jumat, mbak. Susah sih memang hehe meskipun sudah ada arahan resmi dari pemerintah..
ReplyDeletezombie corona yang mengguncang bumi ya mbaa..aku juga sebeeel dan sediiiih tapi kita harus melawannya yaa mbaa
ReplyDeleteSedih banget liat masjid sepi. Apalagi katanya nanti sholat tarawih juga harus dirumah. Bakalan kangen suasana sholat jamaah di masjid pas Ramadan. Semoga zombie ini segera berlalu
ReplyDelete