Memilih PAUD atau Homeschooling Usia Dini
Ketika anak masuk usia toddler
atau sekitar 2 - 3 tahun, mulai sering pertanyaan bermunculan, “SID udah
sekolah?”. Waktu itu saya mencari referensi sekolah dari tetangga yang biasa
ngumpul di taman, bertanya ke teman, googling via online, sampai mampir ke
pameran pendidikan. Hmm … pilih PAUD atau Homeschooling, ya?
Memilih PAUD yang Tepat
Sesungguhnya saya amazed dengan
jenjang pendidikan sekarang. Dahulu, seingat saya, sekolah formal dimulai dari
TK. TK A, TK B, kemudian lanjut SD dan seterusnya. Namun, makin ke sini
bermunculan sekolah untuk anak usia dini yang menurut saya sendiri nih terlalu
dini.
Waktu trial di salah satu
preschool di Jakarta Selatan, saya ngintip kelas sebelah yang isinya bayi.
Mereka main bersama pendamping gitu. Seperti permainan sensory dan motorik yang
memang kebutuhan bayi di usia tersebut. Selain itu, saya nonton wawancara artis
yang anaknya dari usia di bawah setahun udah sekolah. Wow! *eh itu pilihan
hidup masing-masing.
Baca juga: Membuat Dokumentasi Homeschooling
Saat ngobrol dengan tetangga,
mereka saling bercerita sekolah anak masing-masing. Mulai dari kurikulum sampai
biaya gedung plus SPP yang cukup membuat saya “Wow” (lagi). Ah, segitu ya biaya
sekolah PAUD di Jakarta. Kok ngalah-ngalahi
biaya kuliahku.
Well, ada juga PAUD yang biayanya lebih terjangkau, SPP 100ribu per
bulan dan tetangga sini banyak juga yang menyekolahkan anaknya di sana.
Masuknya 3 kali seminggu.
Selain harga, saya jadi lebih
melek soal kurikulum. Tiap PAUD memiliki kurikulum dan metode yang
berbeda-beda. Di Jakarta ini ada buanyaaak pilihan, seperti kurikulum yang
sesuai Kemendikbud RI dan kurikulum sekolah internasional (contohnya
Cambridge). Kemudian, ada sekolah PAUD berbasis Montessori yang sedang happening sampai membuat saya penasaran
dan mengikuti holiday program selama
seminggu di salah satu sekolah Montessori di Depok. Ada juga sekolah PAUD
berbasis agama, yang ternyata bisa lebih spesifik seperti sekolah berbasis
sunnah. Tak lupa sekolah alam yang sempat saya taksir karena sekolahnya dekat
sungai. Hoho ….
Baca juga: Sekolah Montessori di Depok dan Rumah Main Cikal
Saat memilih PAUD, teman saya
menyarankan untuk mempelajari lebih dalam alias survei lapangan. Misal, PAUD
yang klaim berbasis Montessori perlu dilihat apakah memang menggunakan 5 area
Montessori atau hanya sebagian. PAUD atau sekolah berbasis Islam pun demikian,
sampai di mana pelajaran agama diberikan pada anak. Ada yang hanya doa-doa, ada
pula yang hafalan surah-surah juz 30.
Banyak sih ya pertimbangan
memilih PAUD. Ada yang melihat dari jarak, yang dekat aja lah dari rumah supaya
enggak capek. Ada pula yang PAUD-nya dekat kantor supaya sekalian bawa anak
sambil berangkat kerja. Ada yang melihat kegiatan ekstrakurikuler supaya bakat
terpendam anak tersalurkan dan anak dapat mencoba berbagai hal, dan lain
sebagainya.
Memilih Sekolah Sesuai Kebutuhan Anak
Menjadi orang tua banyak yang
perlu dipikirkan, ya. Siapa bilang, gampang?! Hehe …. Namun, yang lebih utama
bukan pertanyaan “Berapa?” atau “Metode dan kurikulum apa?” tetapi “Butuhkah
anak kami sekolah PAUD?”
Paradigma “Sekolah Favorit”
sekarang ini mulai bergeser menjadi “Tidak ada sekolah favorit, yang ada adalah
sekolah yang cocok untuk anak.” Gitu sih kata psikolog.
Hasil belajar sedikit-sedikit
tentang Early Childhood Education, katanya nih setiap anak itu unik. Cara belajarnya
beda, interest-nya beda, kematangan
tumbuh kembangnya pun berbeda-beda. Iya sih, saat mengamati SID dengan teman
sebayanya memang sesuai dengan hal tersebut. Bukan bermaksud
membanding-bandingkan berujung baper,
jadi ibu tuh kepo, “Anak gue sehat
dan udah bener tumbuh kembangnya, enggak, ya?” Saat melihat temannya bisa
menyebutkan warna sementara SID diajarin aja melengos, duh gimana nih? Padahal si anak sedang menyukai hal lain,
belajar warna ntar aja lah, cincay!
Gitu mungkin ya kalau dulu dia bisa berpendapat.
Baca juga: Keterampilan Abad 21 yang Penting Dikuasai
Trus, saya baca artikel parenting
yang menyatakan anak usia 0-7 tahun itu waktunya peletakan pondasi. Kalau
pondasinya kuat, selanjutnya lebih gampang mengurus anak. Di masa awal
pertumbuhannya, anak sebaiknya sering dekat orang tua dan beraktivitas bersama.
Enggak perlu buru-buru disekolahkan. Kalau terlalu dini bersekolah, khawatir si
anak bosan.
Seperti yang saya singgung di
atas, SID pernah beberapa kali trial ataupun “sekolah singkat” di PAUD. Ya
sambil survei sekolahnya seperti apa dan melihat kesiapan SID untuk menjalani
sekolah formal. Di tiap sekolah, awalnya aja SID mau ditemani terus. Kalau udah
enjoy ya bisa ditinggal. Makin gede, dia makin mudah membaur dengan lingkungan
baru.
Saat sekolah tadi, saya melihat
SID asyik akan suatu hal tetapi waktu eksplorasinya menjadi terbatas karena
sekolah terikat jadwal. Belum selesai main puzzle, eh udah berganti kegiatan
lain. Pulang sekolah mau main lagi kan enggak bisa lama. Kasihan gurunya enggak
pulang-pulang jagain satu bocah ini aja. Di satu sisi, jadwal ini bagus untuk
mengajarkan disiplin pada anak. In a real
life, kita tidak bisa berbuat sesuka hati selamanya, kan. Di sisi lain,
saya kurang sreg gitu karena ada
intervensi saat anak asyik mempelajari sesuatu.
Di samping itu, kegiatan di PAUD
mirip kegiatan kami sehari-hari. Seputar art & craft, mengenal huruf dan
angka, mengenal Allah dan ciptaan-Nya, mengenal diri sendiri, keluarga,
lingkungan, dan sebagainya. Kala itu saya berpikir kegiatan tersebut sebaiknya
saya lakukan dengan anak supaya bonding-nya
juga dapat, nih. Toh saya enggak sibuk-sibuk amat, masih bisa meluangkan waktu
dengan anak. Yaudah, enggak usah sekolah PAUD.
Memilih Homeschooling Usia Dini
Saat memutuskan tidak
menyekolahkan anak ke PAUD, muncul opsi lain yaitu homeschooling alias sekolah
rumah. Istilah homeschooling sudah saya kenal sejak di bangku sekolah tetapi
ada stigma keliru mengenai hal ini. Saya pikir homeschooling itu untuk artis
atau atlet yang sibuk dengan kegiatan di luar sekolah sehingga perlu sekolah
dengan jadwal khusus sampai mendatangkan guru ke rumah. Waktu mampir ke booth
Homeschooling Kak Seto di pameran pendidikan, saya melihat pola sekolah yang
lebih fleksibel. Artis seperti Prilly Latuconsina bersekolah di sana.
Saya makin mengenal dunia
homeschooling ketika mengikuti kulwap di Institut Ibu Profesional. Founder dan
beberapa pengurusnya merupakan praktisi homeschooling. Kebetulan teman sekelas
juga ada yang sudah melaksanakan homeschooling dan saya melihat langsung
interaksi keluarga tersebut. Anak-anaknya sudah nampak passion-nya meski masih
di bawah 7 tahun dan difasilitasi dengan membuat bisnis keluarga.
Rasa penasaran saya makin
memuncak untuk belajar lebih lanjut mengenai sekolah informal ini. Pas banget
Rumah Inspirasi membuat webinar bertema Homeschooling Usia Dini dan Usia
Sekolah. Sebagai langkah awal, saya mengikuti webinar Homeschooling Usia Dini.
Dari webinar tersebut, saya
mendapat kesimpulan Homeschooling itu:
- Bisa dilakukan siapa saja, bukan hanya artis
- Biayanya relatif, tergantung kegiatan masing-masing keluarga
- Perlu keterlibatan aktif orang tua sebagai fasilitator, bukan guru
- Waktu dan ragam kegiatan dapat disesuaikan dengan nilai keluarga serta kebutuhan anak
- Legal di Indonesia sebagai sekolah informal dan anak homeschooling dapat mengikuti kejar paket ABC untuk mendapat ijazah (bila mengikuti kurikulum Kemdikbud)
Homeschooling menawarkan
alternatif pendidikan berbasis keluarga yang fleksibel. Untuk anak usia dini
seperti SID, kurikulum homeschooling pun cukup sederhana. Berhubung anak usia
dini butuhnya dekat orang tua dan kaya wawasan, maka saya berpatokan pada
checklist indikator perkembangan anak sesuai usianya yang bersumber dari
“Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007.
Baca juga: Kurikulum Homeschooling Usia Dini
SID enggak sekolah PAUD bukan
berarti enggak belajar. Di sini SID dan saya sama-sama belajar banyak hal baru.
Kadang kami belajar di rumah, tak jarang pula belajar ke luar rumah. Pokoknya learning
should be fun, jadi bedanya tipis sih antara anak sedang bermain atau belajar.
Kan anak usia dini bermain sambil belajar. Selanjutnya insya Allah saya bahas
kurikulum PAUD untuk homeschooling usia dini yang kami jalani.
Masa-masa PAUD bagi SID banyak
digunakan untuk ikut ayah dan ibunya bekerja. Syukur alhamdulillah kami bisa
bekerja sambil bawa anak. SID menjadi punya pengalaman pergi ke berbagai tempat
dan bertemu banyak orang. Saya tidak tahu seberapa banyak yang ia pelajari dari
pengalamannya tersebut namun semoga ia bahagia berkegiatan bersama kami.
Semangat belajar!
Related post:
home shcooling memang butuh interaksi yang banyak antara anak sama ortu ya mak... Masalahnya balik2 ke time management juga tapi harus diperhatikan si anak agar gak merasa jenuh...
ReplyDeleteSetuju dengan pendapat psikolog tersebut. Memang kebutuhan anak bisa berbeda-beda. Saya juga tadinya sempat kepikiran Homeschooling. Rumah Inspirasi menjadi salah satu panduan saya. Meskipun pada akhirnya memutuskan sekolah formal. Apapun itu, pasti semua pilihan orang tua untuk kebaikan anak-anak :)
ReplyDeleteHmm, anakku sudah tiga tahun,tapi masih belum kumasukkan PAUD. Aku lihat PAUD yang dekat rumah masih drilling anak-anak bukan bermain, jadinya stimulus di rumah dengan gaya bebas saja sebelum tahun depan masuk TK. Karena kalo mau homeschooling pun ibu dan pengasuh di rumah belum sanggup.
ReplyDeleteWah hebat sekali Mba bisa nge home schholing-in anaknya, saya udah nitipin anak saya ke daycare sejak selesai cuti melahirkan sih. Di area utama Jaksel ga usah dicompare ke biaya sekolah saya yang selalu gratisan, wkwk. Alhamdulillah anak saya sepertinya emang yang nggak suka di rumah melulu berdua dengan ibunya, dia suka main sama pengasuh2 dan teman bayinya, tapi kalau lihat ibunya jemput langsung nemplok. Hihi. Semoga sukses home schoolingnya dan sering2 sharing ya Mba :)
ReplyDeleteSID anak pintar, sholeh, taqwaaa :D
ReplyDeleteEmang makin banyak pilihan bikin ortu kian galau ya Mak hehehe
Bismillah... Allah bakal tunjukkan opsi yg terbaik buat anak2 kita
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Tiap PAUD memang memiliki kurikulum dan metode yang berbeda-beda plus kurikulum beda, walaupun waktu anak anak dulu aku ngga merasa mereka paud sih soalnya di rumah mereka dah "sibuk" sendiri.
ReplyDeleteYa maklumlah yaaa.. emak kayak aku lebih suka anaknya kerja di ruang yang sama dan kelihatan.
Tapi beberapa kali mereka diikutkan ke fun camp, diikutkan ke keluarga untuk holiday, membuat anak anak mandiri. Setuju banget Ama homeschooling di usia dini, tapi tetap harus wajib sosialisasi main di luar ya
kalau saya pribadi pilih paud, kak. yaaa itu tadi, ada kurikulumnya. tapi pastinya saya juga kasih banyak pembelajaran di rumah, jadi belajarnya dobel tapi gak kerasa karena banyak mainnya. main juga asah otak anak kan
ReplyDeleteAnak sy tetep PAUD, tp jg sy ajari sendiri di rumah. Sering2 diajak ke tempat2 umum misal polres, jenguk di RS, sekolah tmp sy & suami kerja. Dr situ dia akn belajar jg. Tp selama kami tinggal kerja, drpd sm embahnya. Yaudah taruh aja di PAUD terdekat, PAUD yg ada sentra2nya gitu. Bukan yg uda diajari calistung. Gak tau kalo adiknya ini nanti gimana. Sekarang dia masih sm pengasuhnya.
ReplyDeletewaaa...keren Sid. saya sendiri mulai menyekolahkan anak saya masuk TK A. Selalu terpesona pada ide homeskuling tapi ga pede bisa melaksanakannya hahaja
ReplyDeleteAnak saya dua-duanya ikuta PAUD, walaupun 1 di Swiss satu di Jakartaaa. Saya suka karena anak-anak belajar bergaul dan bersosialisasi
ReplyDeleteDulu anakku minta sekolah jadi deh dimasukkan ke Paud B, dekat rumah dan suasananya akrab sekali, guru-gurunya sayang dan mengajarkan toleransi..
ReplyDeletekebetulan saat itu sih pilihan jatuh di PAUD karena PAUD nya juga punya tante, jadi sambil aku bekerja, anakku bersekolah di sana. Mungkin kalo aku di rumah aja kegiatannya, akan aku homeschooling usia dini mba. Jadi tergantung situasinya juga
ReplyDeleteTiga anak saya enggak ada yang PAUD mak, lebih ke belajar sendiri bersama saya, tapi jujur saya tertarik dengan homeschooling karena arah belajar anak-anak lebih jelas dan bisa memperkuat interaksi orangtua dengan anak, tapi untuk itu kudu konsisten dan itu yang belum saya bisa. Tapi apapun itu, orangtua pasti tahu yang terbaik untuk anak ya mak...
ReplyDeleteKalau ibu fulltime nya di rumah aku setuju jika anak gak perlu PAUD, tapi kalau ibunya bekerja masa mau nitip sama yang ngasuh, lebih baik paud aja setengah hari
ReplyDeletekemanakan saya smuanya langsung maksud TK bu mungkin nanti kalau punya anak sendiri Insya Allah saya akan masukkan PAUD
ReplyDeleteBener banget Mbak, mengenai sekolah favorit tadi, menurut saya juga gak ada tapi sekolah yang bagus untuk anak kita adalah yang cocok sesuai kebutuhannya. Anak saya yang sulung usia 13 tahun membutuhkan kurikulum sendiri, soalnya minat bakatnya sudah terlihat menonjol di bidang desain grafis, doodle/seni, dan IT, sementara itu belum ada sekolah formal yang terjangkau oleh kami yang bisa mengakomodir minat bakatnya, selama di sekolah formal ia tak pernah enjoy dan malah terus tertekan, jadi kami putuskan unschooling dulu. Terima kasih lo, sharingnya, Mbak. Blognya keren!
ReplyDeleteKalau Juna, aku masukin PAUD karena aku kerja. Dan aku milih PAUD juga bukan karena favorit atau enggak sih, tapii karena cocok sama Juna dan belajarnya sambil main. Jadi anak seneng deh
ReplyDeleteSaya juga dulu mikirnya kalau Homeschooling itu opsi sekolah utk mereka yang super aktif. Dan beberapa waktu lalu, dgr ada yg putranya tdk mau sekolah formal dan milih Homeschooling.
ReplyDeletePrinsip dasarnya yang wajin itu belajar, dan sekolah adalah salah satu sarana utk belajar.
Aku belum kepikiran masukin anak ke PAUD mba.. sepertinya akan belajar dirumah saja bersama saya dan ayahnya.. hehehe
ReplyDeleteSemangat terus ya SID untuk mengeksplorasi pengalaman sembari ikut ayah dan ibu bekerja.
ReplyDeleteAnak-anakku dulu juga ikutan PAUD gara-garanya ga sabar pengin sekolah, padahal umurnya belum sesuai masuk TK :)) Ya udah ikutan PAUD untuk main-main sembari belajar bersosialisasi aja lah.
Pas zaman-zaman anak kecil dulu memang dilematis banget memilih sekolah untuk anak.
ReplyDeleteSurvey ke sana ke mari.
Alhamdulillah,
akhirnya kami memutuskan untuk Home Education.
Jadi,
anak-anak tetap sekolah formal sesuai usianya dan di rumah, belajar apa yang mereka butuhkan.
Semoga sesuai dengan tahap perkembangan usia anak.
Kalo aku, milihnya karena alasan dekat dari rumah dan tempat turun temurun kakak-kakaknya. Alhamdulillah sih bagus guru-gurunya. Bisa bujuk anak untuk belajar. Dan gak cengeng lagi pas masuk.
ReplyDeleteMbaa aku lagi cari kurikulum HS anak usia 3 tahun. Biar ada kegiatan di rumah gitu. Ada referensikah? Atau cukup pake checklist tumbang anak aja lalu dikembangkan sendiri kegiatan permainannya?
ReplyDeleteMbaa aku lagi cari kurikulum HS anak usia 3 tahun. Biar ada kegiatan di rumah gitu. Ada referensikah? Atau cukup pake checklist tumbang anak aja lalu dikembangkan sendiri kegiatan permainannya?
ReplyDeleteEhm tergantung mamaknya juga selain anaknya hehe. Kesanggupan mamaknya maksudnya. Waktu anak pertama krn kerja sy sekolahin anak usia kurang dr 4 tahun (play group semacam paud kali ya) anak kedua krn udah jd irt ga ke paud langsung tk. Krn merasa banyak waktu untuk mengajari anak
ReplyDeletePengalaman adekku, keduanya. Homescholling di luar jam bermain di PAUD, dengan membuat DIY bersama mama dan ontynya. Di PAUD, anak belajar bersosialisasi dan dipaksa bergerak fisik dengan teman sebaya.
ReplyDeleteKapan-kapan aku mau sharing ya sama dirimu mba. Rasanya aku juga mulai mau menerapkan homeschooling deh ke Shanum.
ReplyDeleteSama Mama Sid, Erysha juga home schooling juga sama aku. Konsepnya ya bermain sambil bermain ada sesuatu yang ia pelajari. Ngalir gitu dan anaknya bahagia 😍
ReplyDeleteanakku juga homeschooling mba, waktu usia PAUD orang sekitar masih oke2 saja. pas skrg usia 5 tahun, masuk usia TK, orang tua sdh pada tanyain, "kamu gak punya uang ya buat sekolahkan anakmu?" wkwkwk entah gimana kalo nanti anakku usia SD masih aku homeschoolingkan. salam kenal ya mba
ReplyDeleteMasing-masing kebutuhan anak emamg berbeda-beda. Kebetulan lami putuskan untuk homeschooling untuk anak kami yang sebentar lagi 5th. Pas usia PAUD kami juga membua kurikulum sendiri, lbh pada melatih kemandirian, berbicara, sosialisasi karena anak kami usia 2th baru bisa bicara saat itu.
ReplyDeleteSalam kenal.
Sekarang ini cukup lumayan jumlah sekolah PAUD yang terjangkau tapi tetap berkualitas ya. Meski, masih banyakan PAUD yang biayanya bisa jutaan untuk uang masuk dan uang bulanannya lumayan. Penasaran sebenarnya dengan sistem Homeschooling ini
ReplyDelete