Baca cerita saya tentang Penjaminan Katarak, Rehabilitasi Medik, dan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat |
Wahai 200juta peserta BPJS
Kesehatan, sudah tahukah manfaat apa saja yang peserta JKN-KIS peroleh? Atau
baru mencari tata cara berobat dengan JKN-KIS ketika sakit? Lalu kebingungan
melihat prosedur yang ada? Daripada rancu dengan kabar yang beredar, simak
hasil Ngopi Bareng JKN berikut ini.
Ngopi Bareng JKN (2/8) siang ini
membahas isu yang sedang hangat. Berbagai pemberitaan di media membahas Peraturan
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018 yang baru
saja dikeluarkan BPJS Kesehatan akhir bulan lalu. Satu bilang begini, yang lain
bilang begono. Saya jadi lieur bacanya. Sebenarnya peraturan ini bermanfaat
bagi peserta atau malah merugikan?
Baca juga: Cara daftar BPJS Kesehatan melalui telepon
FYI, tiga peraturan yang dibahas
yaitu:
1. Peraturan Direktur Jaminan
Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program
Jaminan Kesehatan,
2. Peraturan Direktur Jaminan
Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan
Dengan Bayi Lahir Sehat,
3. Peraturan Direktur Jaminan
Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi
Medik.
Menurut BPJS Kesehatan, terbitnya
peraturan di atas untuk memastikan peserta program JKN-KIS mendapat manfaat
pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif, dan efisien dengan tetap
memperhatikan keberlangsungan program JKN-KIS.
Membahas tentang keberlangsungan
program atau sustainability JKN-KIS, saya setuju bahwa program seperti JKN-KIS
ini harus terus berlangsung. Selama 4 tahun berdirinya BPJS Kesehatan, dana
Rp250 triliun telah digunakan untuk pelayanan kesehatan. Hasilnya pun telah
dirasakan sebagian peserta JKN-KIS. Jika program ini dihentikan karena defisit
yang terlalu besar, kualitas kesehatan masyarakat Indonesia bisa menurun.
Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan
Analisa pelayanan kesehatan
berbiaya tinggi di tahun 2017 didapat pelayanan bayi baru lahir mencapai
Rp1,17triliun, katarak Rp2,65triliun, dan rehabilitasi medik senilai
Rp965milyar. Biaya pengobatan katarak termasuk besar karena tidak ada Batasan
Visual Activity dalam Penjaminan Operasi Katarak. Semua tajam penglihatan
dilakukan operasi.
Peraturan terbaru mensyaratkan
penjaminan pelayanan operasi katarak diberikan sesuai indikasi medis pada
Peserta penderita penyakit katarak dengan
visus kurang dari 6/18 preoperatif. Kalau aturan terdahulu tidak ada
Batasan Visual Activity, aturan sekarang yaitu visus kurang dari 6/18
preoperatif.
Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat
Peraturan nomor 3 ini yang
menarik perhatian saya karena erat kaitannya dengan proses melahirkan. BPJS
Kesehatan akan menjamin semua jenis persalinan -- baik persalinan biasa/normal
(baik dengan penyulit atau tanpa penyulit) maupun tindakan bedah caesar,
termasuk pelayanan untuk bayi baru lahir -- dapat ditagihkan oleh fasilitas
kesehatan dalam satu paket persalinan
dengan ibunya. Namun, apabila bayi membutuhkan pelayanan atau sumber daya
khusus, sesuai Perdirjampelkes Nomor 3, faskes dapat menagihkan klaim di luar
paket persalinan dengan ibunya.
Kejadian seperti ini saya alami
ketika anak baru lahir dan perlu perawatan khusus selama 3 hari di ruang NICU.
Waktu itu biaya persalinan saya ditanggung BPJS Kesehatan namun biaya pelayanan
bayi saya tanggung pribadi. Seharusnya sebelum melahirkan, calon anak sudah
saya daftarkan ke BPJS Kesehatan.
Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik
Pelayanan rehabilitasi medik pada
aturan sebelumnya yaitu maksimum 29x yang dapat diklaim ke BPJS Kesehatan dalam
sebulan. Melalui Perdirjampelkes no. 5 tahun 2018, pelayanan rehabilitasi medik
dilakukan paling banyak 2 kali kunjungan per peserta per minggu atau paling banyak 8 kali kunjungan perbulan.
Berarti, di luar 8 kali tersebut dapat dilakukan dengan biaya pribadi.
Perdirjampelkes nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 di atas menuai kontra dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ketua Umum PB IDI Prof. Ilham Oetama Marsis mengatakan "Perdirjampelkes Nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 merugikan masyarakat dalam mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas.". (sumber)
Saya sebagai peserta JKN-KIS
tentu ingin yang terbaik. Selama ini rutin membayar iuran. Maka, ketika sakit, biaya pengobatan dapat ditanggung BPJS
Kesehatan. Semoga masalah ini menemukan titik terang agar masyarakat Indonesia,
khususnya peserta JKN-KIS, mudah memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete