Gia, The Diary of A Little Angel.
Mata saya menelusuri baris demi baris buku bersampul pink tersebut. Selalu
ceria, ikhlas, tegar, dan suka berbagi saat ia kesulitan. Gambaran sosok Gia dalam
novel tersebut rasanya berlebihan. Adakah anak SD dalam kehidupan nyata yang
begitu “dewasa” seperti Gia? Rasa penasaran membuat saya membuka
halaman-halaman terakhir novel tersebut. Air mata saya pun tumpah.
Gia, The Diary of A Little Angel |
Gia, The Diary of A Little Angel
Penulis: Irma Irawati
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Tebal: 140 hal
Kategori: fiksi/novel
Harga: Rp 45.000,-
Nazila Apregia Reigane atau kerap
dipanggil Gia/ De Gia, seorang gadis kecil berusia 9 th dari Ciamis,
divonis mengidap Acute Myeloid Leukemia. Ia harus berobat bolak-balik
Ciamis-Bandung, menjalani kemoterapi, dan berbagai tes lain. Dokter ahli yang
menanganinya di Bandung berkata bahwa Gia menjadi pasien ketiganya untuk
penyakit leukemia langka tersebut.
Lama sebelum vonis dokter
tersebut, sebenarnya Gia menyadari ada yang aneh dari tubuhnya. Ia mudah lelah.
Setelah pelajaran olahraga, ia menjadi demam. Namun, Gia menyimpan rapat-rapat
keluhannya tersebut karena tak ingin membuat resah Apah dan Mamah, kedua
orangtuanya. Ia hanya menuliskannya pada diari kesayangan.
Menyadari di tubuhnya ada
penyakit leukemia seperti ini pun tak menyurutkan keceriaan Gia. Ia selalu
nampak kuat dan tegar. Ia sangat jarang berkeluh kesah atau menangis di hadapan
orangtuanya. Bahkan ia segera menghapus air mata ketika jarum infus dipasang,
supaya Apah dan Mamah tak khawatir.
“Kunci untuk bisa sembuh juga, salah satunya, kita mau berdamai dengan penyakit yang menyerang. Jangan diratapi, tapi terima apa adanya dengan ikhlas.” (hal. 67)
“Nggak apa-apa, Teh. De Gia terima sakit ini, kok. Mungkin lewat sakit ini, Allah sayang De Gia. Agar De Gia ingat Allah terus, agar De Gia minta dipeluk sama Allah.” (hal. 102)
Berbagai ujian Gia alami selama
ikhtiar proses penyembuhannya. Termasuk ketika tubuhnya drop saat musim libur
lebaran. Ciamis-Bandung harus ia tempuh selama 13 jam karena arus balik
lebaran. Gia mengeluh? Tidak. Bahkan ia menikmati rasanya naik ambulans. Ia
juga menerima ketika rambutnya yang lebat dan ikal harus digundul. Masya Allah.
“Mah, tiduran di dalam mobil ambulans ternyata enak juga ya,” celetuk Gia saat kendaraan yang ditumpanginya mulai bergerak maju. Enak menurut Gia, karena suasana di dalam ambulans seperti di ruangan kamar rumah sakit. Dindingnya penuh dengan lemari putih mengilap dengan segala perlengkapan kesehatan.” (hal. 70)
“… cantik itu bukan karena rambut panjang, atau pakaian indah. Tapi cantik itu karena hati yang dipenuhi kepedulian pada orang lain, dan hati yang lapang karena menerima semua yang diberikan Allah SWT, baik itu kesenangan ataupun kesedihan.” (hal. 97)
Satu kali Gia benar-benar
menyuarakan sakitnya ketika ia sakaratul maut. Hingga malaikat kecil ini
kembali ke Allah setelah perjuangannya selama 10 bulan melawan leukemia.
Cuplikan diari yang ditulis Gia membuat saya mewek :( |
Novel Gia karya Irma Irawati
diangkat dari kisah nyata. Almarhumah Gia digambarkan sesuai kenyataannya semasa
ia hidup. Hal ini yang membuat saya berkali-kali menyeka air mata selama
menamatkan novel ini. Masya Allah, mulia sekali hati dan perbuatan Gia.
Irma Irawati menjalin kisah Gia
dari buku diari milik Gia dengan apik, tanpa meninggalkan ciri khas anak-anak
sesuai usia tokoh utama. Di awal cerita, perasaan pembaca dibuat naik-turun. Satu
cerita berakhir bahagia, cerita berikutnya membuat merenung.
Teh Irma hanya butuh waktu satu
bulan menyelesaikan naskah novel tersebut. Waktu yang tergolong singkat, ya.
Tahu ga sih, yang membuat air
mata saya tumpah ga habis-habis. Gia kan tidak mengeluh padahal ia sakit. Ia tulis
perasaannya di buku diari dan video yang ia rekam dengan HP-nya. Keluarga Gia
tidak mengetahui adanya diari dan video-video tersebut. Mereka baru menemukannya
setelah Gia wafat.
Pada launching novel Gia, The
Diary of A Little Angel, di Gramedia Matraman (11/3) lalu, video-video ini
diputar. Di salah satu video nampak Gia mengungkapkan kerinduan pada kakaknya. Matanya
berkaca-kaca. Ketika itu ia sedang dalam perjalanan di mobil. Belum selesai
membuat video, ada suara orang tuanya memanggil dari depan, mengajaknya ke
toilet. Suaranya langsung berubah ceria ketika menjawab panggilan tersebut. Wajah
sedihnya seketika hilang, berganti senyuman.
(ki-ka): MC, moderator Kiki Musthafa, Irma Irawati, Mamah, dan Apah Gia |
Baru saja mengenal sosok Gia,
saya langsung dibuat kagum dan malu terhadapnya. Gadis sebelia itu mampu menjalani
berbagai ujian dengan tegar, bagaimana dengan saya? Malu rasanya jika sakit
sedikit langsung mengeluh sana-sini. Sampai buat status di media sosial, pula.
Saya juga penasaran, bagaimana
bisa mendidik anak seperti itu? Seorang anak yang memiliki kecerdasan
spiritual, intrapersonal, dan interpersonal tinggi?
Kedua orang tua Gia merupakan
pembina Pondok Pesantren Darussalam, yaitu Dr. KH. Fadlil Yani Ainusyamsi, MBA.
M.Ag (Apah) dan Dr. Chusna Arifah, M.Pd.I (Mamah). Sang Mamah memiliki tujuan
anak punya berkepribadian sehat, salah satunya relijius. Ketika lahir, Mamah
selalu doakan dengan ayat suci Al Quran.
Berikut cara Apah dan Mamah
mendidik anak-anaknya:
- Gia mendapat tanggung jawab merapikan tempat tidur dan mengepel teras rumah setiap pagi. Jika tidak dilakukan, ada konsekuensinya.
- Disiplin dalam mendidik anak sedari kecil, contohnya membiasakan shalat tepat waktu. Hingga nanti saat mendengar azan, si anak sudah sadar menghentikan aktivitasnya dan segera shalat.
- Membiasakan shalat berjamaah dan tadarus Al-Quran.
- Selalu minta izin jika menggunakan barang yang bukan miliknya (mengenalkan kepemilikan barang).
- Menumbuhkan semangat belajar dengan cara menyenangkan. Proses belajar diawali senda gurau dan bercerita. Saat bermain pun diiringi sambil hafalan surat pendek.
- Mendidik keterbukaan dan dialog dalam keluarga, baik dengan saudara dan orangtua.
Santri dan alumni Pondok Pesantren Darussalam turut hadir dalam launching novel Gia |
Kini Gia telah berpulang ke Sang
Maha Pemilik Kehidupan. Namun, lewat novel Gia, saya belajar banyak hal positif
untuk saya lakukan dalam hidup maupun dalam proses mengasuh SID. Percayalah,
Allah yang memberi penyakit maka Allah pula yang memiliki obatnya. Terima kasih
malaikat kecil Gia.
Nyesek banget pas baca detik-detik kepergian De Gia. Namun semangat dan kesabarannya menghadapi penyakit AML menjadi inspirasi banyak orang.
ReplyDeleteInsyaAllah De Gia mendapat tempat terindah dari Allah Subhanahu Wata'ala, aamiin
Huhuuu yang itu perasaanku berkecamuk, mbak. GIa tabah banget ya.
DeleteAamiin semoga kita bisa ambil hikmahnya ya mba, dan cerita kita bisa kita lihat di layar lebar yaaaay
ReplyDeleteIya mau nonton kalau udah masuk bioskop. Siapin tisu deh
DeleteWah mantep ya mba bagus ni novelnya, cocok kalo sampai ke layar lebar, hehe
ReplyDeletesedang proses nih buat filmnya
DeleteTampaknya buku ini akan memberikan kesan mendalam saat membaca. Jadi wishlist untuk dibaca
ReplyDeleteYep, must-read book!
Deletemakasih reviewnya , belum baca dan penasaran
ReplyDeleteAku belum sempat baca bukunya. Takut nangis berkepanjangan. Mood aku lagi super mellow beberapa minggu ini.
ReplyDeleteWaktu dateng ke event ini aja akhirnya aku nangis-nangis sendiri sampai rumah :(
Aku keinget perjuangan almarhumah kakak mama yang berjuang melawan leukimia juga. Seminggu sebelum meninggal beliau nulis status, "lelah". Agak mirip ya sama Gia.
Innalillahi wa innailaihi roojiun. Aku pun jadi lancar baca karena makin kagum dengan sosok Gia. Sehari langsung habis.
DeleteHuhu, kebayanv kalo aku baca ini pasti bakal nangis2 jugaaa
ReplyDeletega tega, Mbak. Tapi penasaran juga ceritanya sampai akhir.
DeleteBaca postingannya aja udah bikin aku nyesek, apalagi baca bukunya. Kita jadi belajar banyak dari sosok Gia yang begitu tegar ya mbak Helena ^^
ReplyDeleteYes, hidup harus tegar! jangan kalah dengan Gia.
DeleteAku baper baca reviewnya. Ga kebayang kalau baca novel aslinya. Sedia tisue banyak2 deh. Hihi
ReplyDeleteMasya Allah, baca reviewnya Helen aja aku ikut gerimis, apalagi baca bukunya langsung ya T_T
ReplyDeleteJadi pengen beli, yang jual online ada nggak Len?
Ke Gramedia online aja Nyak
DeleteMama SID aku bacanya meleleh,semoga bisa baca buku keren diary nya De Gia ya.
ReplyDeleteBaca review-nya aja udah banyak banget hikmah yang bisa diambil. Betul itu dikit-dikit jangan update status ��
ReplyDeletebuku incaran aku ini mba :) dibalik ketegaran GIa ada mamah dan apahnya yang juga slaing menguatkan dan salut sama cara mendidiknya :)
ReplyDelete“Nggak apa-apa, Teh. De Gia terima sakit ini, kok. Mungkin lewat sakit ini, Allah sayang De Gia. Agar De Gia ingat Allah terus, agar De Gia minta dipeluk sama Allah.” (hal. 102)
ReplyDeleteaku kok langsung tertegun ya baca part ini :'(
Wah kebetulan pengen cari novel, makasih mbak helena, gara gara baca artikel ini jadi udah tau mau beli buku apa
ReplyDeleteMasya Allah banyak sekali hikmah dari Novel ini ya. Semoga dia di sana mendapat tempat terbaik di sisi Allah
ReplyDelete“Kunci untuk bisa sembuh juga, salah satunya, kita mau berdamai dengan penyakit yang menyerang. Jangan diratapi, tapi terima apa adanya dengan ikhlas.” (hal. 67)
ReplyDeleteHuhuhu iyaa yaa..biasa kalau sakit kok ya kitanya malah kebawa makin melemahkan diri :(
Masih ada kah buku ini di toko buku ?
ReplyDelete