Pernah ga sih merasakan tulisan
sendiri terasa hampa? Bagaikan makan kerupuk yang rasanya gitu aja. Mudah
ditebak, nothing’s special. Terkadang
saya merasa seperti ini terutama menulis reportase yang mepet deadline. Mau baca lagi aja males karena isinya kebanyakan copy-paste dari press release. Padahal, lubuk hati saya menginginkan
tulisan-tulisan ini tak hanya gugur kewajiban tetapi juga bermanfaat bagi
pembaca.
Dini Fitria (kiri) bersama Founder ISB Ani Berta |
Mungkin tulisan tersebut kurang
rasa, kurang nyawa. Sedangkan menurut Dini Fitria, cerita yang baik tidak hanya membuat pembaca berpikir tetapi juga
merasakan. Penulis novel travel
religi Muhasabah Cinta, Hijrah Cinta, dan Islah Cinta ini pernah merasakan hal
yang sama. Di awal penulisan Islah Cinta, ia sempat tidak menyukai tulisannya
sendiri. Apa yang ia lakukan? Bagaimana membuat tulisan yang lebih bernyawa dan
mampu menggerakkan pembaca? Simak tips menulis dengan cinta dari Dini Fitria
dalam workshop yang diadakan oleh
komunitas Indonesian Social Blogpreneur (ISB) berikut ini.
Hujan membasahi perjalanan saya
dan Mbak Anisa menuju JSC Hive pagi itu. Motor Mbak Anisa meliuk-liuk mencari
celah di antara kepadatan lalu lintas Kuningan supaya kami bisa tiba tepat
waktu. Andai topik workshop tak
semenarik ini, mungkin saya putar balik pulang saja. Namun, rasa haus ilmu
memperbaiki kualitas tulisan lah yang membuat saya bersemangat menerobos hujan.
Feature Story is All About Emotion
Ketika masih bekerja di salah
satu stasiun tv swasta, Dini ditugaskan meliput ke India. Selesai liputan, ia
berjanji di depan India Gate tidak akan kembali lagi ke sana karena mengalami
banyak hal buruk di India. Be careful
what you wish for. Lima tahun berselang, ia kembali lagi ke sana untuk
membuat novel Islah Cinta dengan latar negeri Hindustan. Kali kedua ini justru
ia jatuh cinta pada negara tersebut. Perjalanannya selama di India menyimpulkan
satu hal bahwa cinta adalah sebuah
penyerahan diri, bukan keegoisan atau pemaksaan.
Kekuatan Dini Fitria nampak jelas
dari caranya merajut kata-kata menjadi satu kisah utuh yang membuat imajinasi
pembaca terhanyut. Cara penulisan ini dapat diterapkan dalam blog dengan
membuat feature story atau karangan
khas. Feature menyampaikan fakta dengan
cara yang ringan, menarik, tanpa harus 5W+1H, serta melibatkan emosi. Ciri-ciri feature story, yaitu:
- Bertutur atau story telling. Cara ini termasuk soft news supaya pembaca tidak bosan dengan tulisan yang iklan banget.
- Deskriptif dalam menggambarkan suatu peristiwa secara gamblang
- Informatif supaya pembaca mendapat informasi setelah membaca artikel tersebut dan tidak menulis hoax.
- Gaya penulisan yang naratif, memikat, prosais, serta imajinatif membuat pembaca merasakan menjadi bagian dalam cerita tersebut.
- Tidak perlu 5W+1H. Yang penting adalah why, what, and how supaya pembaca merasa butuh dan tertarik. Ketika mengulas suatu produk, ambil dari sudut pandang calon pembeli. Mengapa calon pembeli tertarik membeli produk tersebut? Apakah ia membutuhkannya?
- Memasukkan unsur human of interest dengan mengaitkan ke hal yang sedang menjadi tren atau viral namun tetap relevan sebelum masuk ke intinya. Misalnya hendak mengulas produk kebutuhan anak, sentuh hati ibunya dengan cerita kasih sayang.
Cara Membuat Feature Story
Feature story dapat menyampaikan pesan mengenai perjalanan,
perjuangan, cinta, kesedihan, kebahagiaan, kisah inspiratif, juga musibah.
Cara penyampaiannya dengan story telling yang mengajak pembaca
berimajinasi. Tekniknya dengan menunjukkan, bukan mengatakan. Misalnya menggambarkan
sepotong kue tanpa menyebutkan kata kue. Nah, lho, tantangan nih!
“Gigit demi gigit potongan cokelat masuk ke mulutku. Lapisan cokelat terasa lumer dan legit menyentuh lidah. Topping krim dan ceri semakin menambah kelezatannya.”
Hmm, perlu belajar lagi mengasah
dan menyusun kata-kata supaya pembaca larut dalam bagian cerita. By the way, story telling lebih disukai
pembaca karena mudah menyentuh hati dan meninggalkan kesan mendalam. Bagi saya,
teknik story telling lebih lancar jika
diselipi curhatan. Apalagi ketika curhat tentang ketidak-sempurnaan ibu
mengurus anak (saya banget!). Sampai mewek deh. Menulis itu curhat, iya gak
sih?
Peserta sibuk live tweet #menulisdengancinta |
Selain gaya bertutur, feature
harus memiliki tujuan yang jelas. Sebelum menulis, tanyakan pada diri sendiri. Mengapa
menulis hal ini? Apa manfaatnya bagi pembaca?
Kemudian tulis hal yang relevan, prestisius,
atau dekat dengan keseharian pembaca. Gunakan kata yang bervariasi dengan
banyak diksi namun perhatikan bahasa yang rapi dan terjaga (no typo). Konsisten gunakan “Aku”, “Saya”,
atau “Gue” dalam satu artikel. Jangan dicampur-campur, kadang “Aku, kadang “Gue”.
Oh ya, perhatikan sudut pandang supaya konsisten.
Unsur membuat penasaran juga
penting, terutama membuat “lead in angle” atau kalimat pembuka yang cepat
menarik perhatian. Gugah emosi atau empati pembaca sehingga ia merasa butuh dan
penasaran ketika membaca kalimat pembuka. Tetapi jangan terlalu bertele-tele
jauh dari topik utama. Gunakan secara pas.
Agar tulisan tidak bertele-tele,
buat premis yang jelas setelah menentukan topik. Premis itu bagai benang merah
yang mengikat pembuka, isi, dan penutup supaya tetap dalam satu bahasan
tertentu. Berikut pengeritan premis dalam KBBI.
premis/pre·mis/ /prémis/ n 1 apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; 2 asumsi; 3 kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dalam logika;
Tulislah artikel yang mendidik
dan penuh nilai sehingga pembaca menemukan manfaat di dalamnya. Namun, jangan
menggurui atau menasehati pembaca. Menggiring ke kesimpulan tertentu masih oke
tetapi biarkan pembaca memutuskan. Wah, saya harus baca-baca lagi tulisan saya,
jangan sampai merasa minteri (terlalu
pintar). Untuk artikel ini, saya bukan menasehati pembaca untuk menulis
feature, lho. Saya hanya menyampaikan ilmu dari Mbak Dini. Hehehe.
Terima kasih atas inspirasinya, Mbak Dini! |
Menulis perlu menggunakan hati
dan jiwa, penuh penghayatan, sehingga pembaca betah balik lagi ke blog menunggu
cerita selanjutnya. Ah iya, sepakat dengan Mbak Dini bahwa menulis itu tentang
rasa. Menuliskan rasa akan menjadi bermakna bila kita dapat mengambil ibrah dan
hikmah.
Kemampuan menulis ini memang
perlu diasah terus-menerus. Feature bukan berita aktual atau up-to-date tetapi muncul di saat yang
tepat untuk menarik pembaca. Penulis harus peka mengangkat suatu topik. Gunakan
daya endus berita apa yang tepat diangkat ke dalam features (nose of news).
“Menulis itu soal rasa, temukan rasamu dan jagalah.-Dini Fitria”
Dalam menulis, perlu ada
identitas yang menjadi ciri khas penulis tersebut. Ciri ini dapat berupa kata,
jargon, atau gaya tertentu yang membuat pembaca familiar mengenal ini adalah
tulisan si A meski tidak tertulis nama penulisnya.
Hasil tak menghianati proses. Konsisten
dalam menulis membuat semakin tinggi jam terbang, semakin bergizi dan menarik
pula tulisan yang dihasilkan. Dini Fitria berpesan di akhir workshop, “The king
is you so you must create king content. Jadilah penulis yang bernilai A+,
jangan hanya A.”.
Mbak Haya menjadi model kreasi hijab Shafira. Makin fresh! |
Saya bersyukur terpilih menjadi
peserta workshop ISB kali ini. Materinya benar-benar mengenyangkan serta
menguras emosi dan tenaga untuk memahaminya. Selama sekitar 3 jam saya menyimak
sambil duduk di bean bag nyaman di EV Hive. Saya jadi banyak berpikir (sambil
melamun) bagaimana membuat tulisan lebih punya nyawa, punya rasa.
Materi yang berbobot membuat
lapar melanda. Untungnya ada Kulina.id yang menyediakan makan siang porsi
kenyang. Ayam betutu, plecing kangkung, dan tahu goreng menjadi menu siang itu.
Sambil menikmati santap siang, Atika dari Kulina menjelaskan start-up ini. Kulina bekerja sama dengan
mitra di sekitar Jakarta untuk menyediakan makan siang dengan harga terjangkau.
Seporsi hanya Rp25.000,- sudah termasuk ongkos kirim di Jakarta. Saya sudah
langganan Kulina, lho. Tunggu ulasannya, ya.
Makan siang dari Kulina |
Acara ini juga disponsori oleh
C2Live. Itu lho yang suka mengadakan lomba blog. C2Live kini memiliki fitur content aggregator. Tulisan di blog
dapat ditayangkan ulang di C2Live untuk meningkatkan visibilitas dan mendapat
backlink. C2Live juga memfasilitasi community
meet-up seperti pelatihan ini. Sila hubungi putra@c2live.com untuk info lengkapnya.
C2Live memfasilitasi community meet-up |
Terima kasih juga kepada Shafira, ZOYA,
dan ZOYA Cosmetics. Goodie bag-nya itu lho bikin penampilan makin memesona.
Alhamdulillah, ya.
Membuat tulisan lebih bernyawa.
ReplyDeleteDuh.. tulisan saya belum bisa seperti itu, memang harus belajar dan berlatih lebih banyak.
Makasih buat ilmunya ya mbak.
Sama-sama, Mas. Semoga bermanfaat.
DeleteIya nih, saya lagi mencoba gaya menulis story telling di tiap artikel blog saya.
ReplyDeleteBuat travel blog seru tuh pakai story telling
Deleteaku nulisnya kadang masih ga konsisten, masih harus terus belajar banyak. Mebuat tulisan lebih bernyawa. Sayang saya ga terpilih ikut workshop ini. Mudah2an next workshop bisa terpilih
ReplyDeleteWorkshop kedua bakal ada lagi, Mbak. Semoga terpilih supaya puas nanya-nanya dengan Mbak Dini.
DeleteDari dulu saya suka gaya feature, Mbak. Hanya untuk menerapkannya ternyata tak semudah yang saya bayangkan. Seringnya saya jadi bertele-tele. nah, udah ketahuan sekarang apa yang harus diperbaiki. Nice sharing Mbak Helen.
ReplyDeleteBetul. Jadi muter kemana-mana ya. Hihihi. Itulah guna premis supaya stay on the line.
Deletepenjelasannya bagus sekali, saya membaca tulisan ini sampai habis. Mencoba menerapkan tulisan yang bernyawa
ReplyDeleteAlhamdulillah. Selamat mencoba!
DeleteNyawaku sering hilang, entah kemana. Baca tulisan ini jadi ketemu 😊✌.
ReplyDeleteEt dah. Di sini ga jual nyawa. Emang main game -___-
Deletewah masih harus terus belajar nulis nih
ReplyDeleteSama, Mbak Kania. Kata buku tulis, practice makes perfect.
DeleteAku memang pengennya , menulis dlm bntuk story telling gini. Masih trs brlajar sih, supaya bisa sebagus tulisan2 para penulis jempolan :) . Aku sendiri kalo membaca suatu blog , paling seneng kalo penulisnya menulis dgn gaya bercerita. Jd ga kaku dan bikin ngantuk :)
ReplyDeleteEh tulisan Mbak membuatku terlarut dalam perjalanan travelingmu keliling dunia. Keep writing!
DeleteAduhh, memang susah sih bikin tulisan jadi bernyawa. Thank you sharing ilmunya mbak. Bermanfaat bangets :)
ReplyDeleteYuk terus berlatih!
Deletemeski tulisan udah pake bumbu-bumbu tapi kalo bumbunya nggak pas justru tetap nggak ada rasa ya...setujunya banget dengan apa yang dibilang Dini kalau kita meski banyak membaca, nonton, yang bikin perbendaharaan kata kita jadi nambah banyak. Biar merangkai katanya juga tambah enak yaa..
ReplyDeleteKebanyakan bumbu juga ga oke, kan. Iya nih perlu baca novelnya Mbak Dini buat menambah diksi.
DeleteSudah ketemu belom sama rasanya? Kalo belum ketemu, sini tak kasih Mba. Hahaah.. Banyak rasa ini. Hahaha. Menulis dengan rasa dan cinta akhirnya keluarlah tulisan juara. Ini nih tulisan Mba Helena. Cakep!
ReplyDeleteHelen, kok aku kayak kenal yang jadi model hijab tutorial itu. *kabor
ReplyDeleteSaya sering mba baca tulisan sendiri kaya hampa, dan ternyata memang bener nulisnya bukan dengan hati tapi dengan tangan, wkwkwk piss :v
ReplyDeleteSaya ketagihan ikut workshop Mba Dini
ReplyDeleteAlhamdulillah banget bisa dpt banyak ilmu dari kelas kemarin ya mbak. Jadi tau gimana menulis dengan baik
ReplyDeleteMakasih ilmunya Mba Helena. Aduh kayaknya harus banyak latihan ini saya untuk bisa mengikuti tips-tips di atas. Apalagi saya, terkadang suka takut tulisan saya menggurui ��
ReplyDeleteMasukin ruh ke dalam karya itu emang enggak mudah, semua perlu latihan dan ketulusan. Di atas itu teknik2 aja, semua balik lagi ke kita yg nulis kan penholahannya
ReplyDeleteBenar banget, menulis adalah soal rasa!
ReplyDeleteMakasih share nya, bermanfaat banget nih.
Saya suka menulis dan tertantang untuk konsistem menulis, namun kadang jika terlalu dipaksakan tulisannya jadi amburadul 😂
Btw salam kenal yaa 😊
Wahhhh, msh banyak yg perlu saya pelajari, terima kasih atas ilmunya mba.
ReplyDeleteAsyiikkk dpet ilmu lg mmpir disini. Mkasih ya mam sid..
ReplyDeletekeren yaaaa ilmunya... bergizi dan bermanfaat... tapi aplikasinya tentu gak gampang
ReplyDeleteSelama ini nulis blog terkadang rasanya monoton, kemarin kaya dapat penyegaran
ReplyDeleteMemberikan nyawa pada tulisan, ini susah harus banyak belajar. Makasih untuk sharing informasinya, Mbak.
ReplyDeleteHari itu kan hujan dari subuh ya. Ya ampun untung aja enggak tergoda untuk batalin. Ternyata workshopnya penting banget. Workshop terpenting yang pernah saya datang ini mbak hahaha.
ReplyDeleteharus bisa jadi penulis yang gak biasa ya mama sid
ReplyDeleteNulis pake nyawa ini emang butuh latihan terua menerus ya mb.. kendala nyubi cem aku ini kadang mood suka naik turun, hehehe.
ReplyDeleteGalfok mba ketika membuka isi GB dari acara workshop ISB ya emm... Pas banget sama kebutuhan hihihi!
ReplyDeleteSaya masih harus kerja keras memperbaiki gaya tulisan yang masih amburadul huhu
ReplyDeleteSaya pernah mba merasakan tulisan yang gak saya banget setengah hampa nulisnya tapi harus datang karena menghargai yang ngundang pdhl saya gak daftar acaranya, tapi akhirnya saya tulis sesuai sudut pandang saya yg oenting maksudnya sama #curcol
ReplyDeleteMembuat tulisan lebih bernyawa kalo saya tergantung mood kalo moodnya lagi bagus powerfull jadi dengan mudah mengetik. Dan terkadang malas untuk menulis, dari tulisan mba akhirnya saya dapat Ilham untuk terus belajar lagi . Artikelnya bermanfaat bgt mba,oia salam kenal
ReplyDeleteMemang terasa bgt bedanya loh saat kita membaca tulisan yg dibuat dengan rasa dan tulisan yg seadanya saja.
ReplyDeleteBenar2 workshop yg berbobot yah mbak..aki dari awal sampe akhir ga berkedip merhatiin materi yg disampaikan mbak dini fitria
ReplyDeleteAku tuh suka kesulitan pas memulai untuk menulis Mba XD
ReplyDeleteJujur pulang dari workshop aku ngerasa makin banyak PR, masih belajar juga menulis yang mudah dipahami dan enak dibaca. Tiap ornag punya gaya penulisan masing2 sih ya, nah aku masih on proses mencari gaya penulisanku seperti apa :)
ReplyDeleteHelena, kritik donk tulisan bunda, selain yang review lho. Dikritik abis-abisan deh biar bunda tambah bagus nulisnya. #emangsekarangudahbagus hehe... Ini acara kapan, ya. Itu ada Cikgu Haya yang karena beliau bunda jadi memperkaya diksi, dan mengurangi elipse. Yeeaaryy.
ReplyDeletekadang menulis serasa dikejar jarum jam
ReplyDeleteSenangnya bisa mampir ke tulisan ini. Habis baca, aku merasa harus lebih banyaaaaaakkk belajar menulis lagi.
ReplyDeleteSangat menginspirasi sekali, terima kasih mbak
ReplyDeleteSuka banget, kutipannya juga bermanfaat langsung nusuk kehati hehe
ReplyDeletekalo menulis dengan tulisan bernyawa itu, memang tidak perlu saklek pake 5w1H ya mba, yang penting what why dan how. Noted banget nih
ReplyDeleteFoto terakhir ayu men sih Hel duhh mutiara tersembunyi hare. Nah bener mb Dini ya, nulis kudhu nggawe ati, 5W1H dipakai, konsisten dengan sebutan diri. Ilmu banget deh kalau ikutan acara kayak begini, jadinya bs membuka wacana kita kalau emang banyak kekurangannya dlm menulis ya. Ciehh yg dikejar DL wkwk
ReplyDelete