Hidup saya berubah, sangat
berubah, semenjak memiliki SID. Saya pernah menuliskan perubahan ini di “Nak, Hanya
Ini yang Dapat Ibu Lakukan untukmu Hari Ini”. Hari-hari yang kami lalui
menjadi lebih semarak dengan kejutan yang kadang berwarna terang, namun kadang
suram. Begitulah hidup.
Namun setiap harinya saya belajar
hal-hal baru dari interaksi dan pengamatan akan anak paling ganteng nan sholeh
bernama SID. *bolehlah memuji anak sendiri daripada ga ada yang memuji. SID
menjadi guru supaya saya lebih baik mengemban amanah menjadi orang tua. Tak
hanya itu, ia melatih kepribadian saya agar semakin berada di jalan yang lurus.
Beberapa pelajaran yang saya petik dari anak, adalah:
1. Menikmati hidup
SID nampak menikmati permainan
sederhana atau hal-hal yang menurut ia menarik. Ia bisa sangat sibuk bermain
kantong kresek. Dipakai di tangan, di kepala, diletakkan, dipakai lagi, dan
seterusnya. Jika tak ada mainan, ia dapat bernyanyi sambil memukul-mukulkan
tangan di paha seperti perkusi. Ga perlu fancy
things (umm…sesekali bolehlah). Saat ia tertawa, saya pun ikut tertawa.
2. Cepat move on
Sedih hingga menangis mewarnai
hari-hari SID. Misalnya saat ia jatuh dari sepeda. Namun tangisan itu hanya
berlangsung sebentar. Ia dapat bangkit dan melanjutkan aktivitas seperti
kejadian barusan tak pernah terjadi. Nah, anak-anak aja mudah move on dari kesedihan. Yang udah gede
masa’ berlarut-larut mikirin masa lalu yang ga bakal kembali?
3. Memandang dunia
Dalam kelas Creativity, Prof.
Tina Seelig mengingatkan agar melihat sesuatu bagai hal baru yang kita temui.
Cara pandang ini seperti cara anak-anak melihat dunia. Saya makin memahami hal
tersebut ketika memiliki anak. Saat saya melihat tiang-tiang dengan handuk yang
menggantung, saya menyebutnya gantungan handuk. Namun bagi SID, itu adalah
motor. Dengan imajinasinya, ia mendorong gantungan handuk berkeliling ruangan
bagai naik motor. Amburadul, yes! Namun di sisi lain saya kagum dengan
kreativitasnya.
Cara ini bermanfaat ketika kita
menghadapi masalah yaitu dengan melihat lebih detail suatu masalah, menemukan
sisi lain atau sudut pandang lain masalah, dan reframing problem. Dengan cara
tersebut dapat memunculkan solusi-solusi beragam yang belum pernah dicoba
sebelumnya.
4. Konsisten dan disiplin
Saya reflek membuang serpihan
makanan ke tanah. Kemudian saat SID hendak melakukan hal serupa, saya minta ia
membuang ke tempat sampah. Ia berkata, “Kok Ibu tadi buang ke sana?”. Oops!
Bagaimana mengajarkan hal yang benar sedangkan diri sendiri tidak memberi
teladan yang baik?
5. Berempati
Anak yang susah makan itu bikin
bete banget. Ibu bisa-bisa ga mood
makan juga. Ketika SID menolak makan, saya menenangkan diri kemudian bertanya
alasannya. Mungkin ia sakit, tidak cocok dengan menu, atau sudah kenyang makan snack. Di sini saya belajar berempati,
tak hanya memaksakan kehendak agar harus makan dengan cara apapun.
6. Sabar
Berhubungan dengan poin di atas,
mengurus anak perlu kesabaran ekstra. Ga mungkin anak selalu manis sepanjang
hari. Tingkah lakunya upside-down
yang membuat tertawa namun kadang menjengkelkan. Rasanya mau menempel tulisan
SABAR gede-gede di rumah supaya saat ia bertingkah di luar ekspektasi, saya
teringat untuk bersabar.
7. I’mpossible
Anak terlahir hanya bisa
telentang. Lalu ia belajar berguling, tengkurap, duduk, berjalan, dan
seterusnya. Ia tak begitu saja bisa berjalan dengan lancar. Ia pernah jatuh
berkali-kali dalam berbagai posisi. Rasa sakit seperti tidak terlalu ia rasakan
(efek terganjal popok juga kali ya).Menyaksikan proses belajar berjalan anak
membuat saya kagum dengan kegigihannya. Ia berlatih dan mencoba terus meski
gagal berkali-kali hingga akhirnya langkah demi langkah dapat ia lalui. There is no impossible but I’m possible!
Banyak hal-hal lain yang saya
pelajari dari SID selama ini. Ketujuh poin di atas hanya sebagian yang
terlintas.
Anak tidak selalu menurut, patuh,
dan diam. Saya malah curiga saat rumah dalam keadaan sepi. SID ngapain nih?
Terlepas dari crancky, tantrum,
ataupun kata “Tidak” yang kerap muncul dari mulut SID, saya begitu
menyayanginya. Raising kids need unconditional
love. Ini mantra yang saya tanamkan ke diri ketika emosi mulai naik.
Menyayangi anak tidak hanya ketika ia nurut atau bersikap manis.
Pada peringatan Hari Anak Sedunia
yang jatuh pada 20 November, saya ingin berterima kasih kepada SID dan
anak-anak di seluruh dunia yang telah mengajarkan pelajaran hidup kepada saya.
Kalian adalah guru-guru kecil saya. Tumbuhlah dalam kesehatan dan kebahagiaan.
Setuju sama smeua poin2nya mba dan justru aku sebagai ibu banyak belajar dari anakku semoga anak2 kita sehat y mba dan tumbuh berkembang menjadi anak yang sesuai harpan dan doa yang selalu kita panjatkan aamiin
ReplyDeleteAamiin. Betul Mbak, mereka tuh guru kecil
Deletewwah menarik banget nih mbak....im possible catet
ReplyDeleteAnak2 memang guru terbaik untuk orangtuanya. Belajar jadi lebih sabar sejak ada anak ya.
ReplyDeleteHuhuw tulisannya baguuus ibuuuukk.. :D Aku jadi inget Boo sama Mika.. Bener banget tuh yang move on. Lah baru nangis udah langsung ketawa, baru ketawa bisa langsung ngerengek.. wkwkwk.. :D Btw, nama lengkapnya SID apa ciii? Bubu penasaran.. hahaha
ReplyDeleteSepakat mba, banyak hal yang bisa dipelajari dari kepolosan anak-anak. Yang jelas memiliki anak melatih kesabaran yah
ReplyDeleteBacaan pagi liat2 sid lagi 😁....semangaaaat
ReplyDeleteMungkin itu ya kenapa menjadi orang tua gak ada sekolahnya. Seumur hidup, orang tua bisa belajar dari anak
ReplyDelete