Oplah media cetak tergerus oleh
arus digitalisasi. Bukan hanya karena jarang pembeli tetapi para pelanggan juga
sulit mendapatkannya. Dulu, majalah dan koran mudah didapat di kios-kios
pinggir jalan. Sekarang, kios model tersebut jarang dijumpai. Lalu, bagaimana
Majalah Ummi bisa bertahan hingga memasuki tahun ke-28?
Majalah Ummi (bonus Kampung Permata untuk anak) dan tampilan Ummi Online di smartphone |
Sambil menunggu redaktur Majalah
Ummi, kami ngobrol-ngobrol tentang BM. Komunitas yang berdiri Desember 2014 ini
memfasilitasi anggotanya yang ingin aktif menulis di media blog. So, boleh-boleh saja member belajar nge-blog dari awal di BM. Atau kalau selama ini suka menulis di
media cetak tapi sekarang ingin nge-blog,
bisa belajar bareng di BM. Supaya member
tidak bingung mau nulis topik apa, BM biasa melempar topik tertentu.
Salah satu program BM yaitu Program
Edukasi Muslimah (PEM). Program ini meningkatkan skill dan pengetahuan anggotanya. Seperti siang itu kami bertandang
ke redaksi Majalah Ummi untuk mengetahui proses dan cerita di balik penerbitan
sebuah majalah.
Mbak Novia Syahidah (Via), founder Blogger Muslimah |
Orang-Orang Hebat Dibalik Majalah Ummi
Setelah sesi kenalan dengan sesama
anggota BM, kami berkenalan dengan redaktur Majalah Ummi. Meski namanya “Ummi”,
majalah ini justru dirintis oleh kaum lelaki di tahun 1989 karena media untuk
muslimah belum ada saat itu. Mereka ini aktivis dakwah yang ingin menyebarkan
dakwah melalui tulisan. Sekarang ini pengurus Majalah Ummi sebagian besar perempuan,
hanya 1 yang laki-laki.
Pemimpin Redaksi (Pimred) Meutia
Geumala menyapa kami siang itu. Sambil menggendong bayinya, ia memperkenalkan
satu-persatu timnya. Ada Rahmi Rizal (Redaktur Pelaksana), Didi Muardi – Nur Fitriyani
– Aida Hanifa (Reporter), Isti Muthmainah (Sekretaris Redaksi), dan Sinta Dewi
Indriani (Penanggung Jawab Ummi Online). Meski sudah ada pembagian job, masing-masing memiliki tanggung
jawab rubrik di Majalah Ummi (kecuali bagian Ummi Online).
Meutia Geumala, Pemimpin Redaksi Majalah Ummi, baru aja masuk setelah cuti melahirkan. Asiknya bisa bawa anak ke kantor |
Selain Majalah Ummi, ada pula
majalah dengan segmen muslim dan muslimah muda yaitu Majalah Annida di tahun 1993.
Setahun kemudian Annida bergabung dengan Majalah Ummi. Annida ini termasuk
bacaan favorit Pak Suami. Tulisan-tulisan di sana menginspirasinya menjadi “pujangga”.
*uhuk. Sayangnya kini media cetak
Annida tidak ada lagi. Di tahun 2009 Annida bertransformasi menjadi online.
Kemudian Oktober 2014 bergabung dalam Ummi Online.
Proses Pembuatan Sebuah Majalah
Saya penasaran bagaimana proses
pembuatan sebuah majalah. Selama ini saya menulis di blog dengan cara sederhana.
Cari bahan tulisan didukung foto dan video lalu tulis dan publish di blog. Berbeda dengan majalah yang melibatkan lebih
banyak orang dengan impact yang lebih
besar. Terlebih lagi setelah dicetak, majalah tidak bisa di-edit seperti blog.
Memilih topik bahasan untuk media
cetak itu seperti meramal masa depan. Tim harus bisa memprediksi topik apa yang
akan naik daun selama bulan-bulan ke depan sehingga bisa segera mencari materi
yang relevan. Untuk penentuan topik utama, tim membahasnya pada raker tahunan
dengan menampung ide dari semua pihak.
Ada pepatah mengatakan “Don’t judge a book by its cover”. Namun
untuk sebuah majalah, pemilihan cover
yang tepat dapat mempengaruhi penjualan. Model cover yang biasa diangkat Majalah Ummi yaitu dari kalangan public figure, utamanya wanita
berkerudung. Model tersebut membawa nilai keislaman dan bebas dari gosip miring.
Setelah ada target model, Majalah Ummi akan menghubungi sang model untuk
wawancara dan photo session. Terkadang
untuk membuat jadwal dengan si model harus re-schedule
berulang-ulang padahal proses wawancara hanya 30 menit. Ya namanya juga orang
sibuk. Hehehe.
Sebagian tim Majalah Ummi dan Ummi Online. Coba tebak mana yang penanggung jawab Ummi Online? |
Penerbitan sebuah majalah melewati
proses panjang. Reporter membuat artikel sesuai rubrik dan tema bulan itu, kemudian
dibawa ke redaktur untuk di-compile
dengan artikel-artikel lain (dari penulis internal maupun eksternal). Setelah
itu redaktur pelaksana melakukan editing
dan disampaikan ke pemimpin redaksi. Proses ini bisa bolak-balik karena ada hal
yang perlu diperbaiki.
Setelah materi siap, redaktur
pelaksana memberikan draft majalah ke
bagian lay out untuk mengurus desain.
Sebelum dicetak, bagian lay out menyampaikan
dummy majalah ke redaktur pelaksana.
Apabila semuanya sudah sesuai, majalah dicetak dan didistribusikan ke agen
maupun pelanggan. Alhamdulillah… kalau sudah begini pengurus Majalah Ummi bisa
bernapas lega sambil berpikir topik dua bulan ke depan.
Majalah Ummi Bertahan di Era Digital
Mbak Meutia menyetujui adanya
penurunan oplah Majalah Ummi semenjak internet semakin familiar di masyarakat.
Orang-orang menjadi jarang membeli majalah sementara membaca berita via online lebih mudah, gratis pula. Di
samping itu, agen distributor mulai gulung tikar karena bisnisnya tak lagi
menguntungkan. Pembaca pun semakin sulit mendapatkan Majalah Ummi.
Meski demikian, ada pembaca loyal
yang hingga kini tetap setia berlangganan Majalah Ummi. Menurut survey yang
dilakukan Nielsen, tiap 1 eksemplar Majalah Ummi dibaca oleh minimal 5 orang.
Sepertinya saya masuk yang ini, suka baca majalah milik ibu saya.
Ruang redaksi di saat deadline >,< |
Majalah Ummi bukan sekadar
majalah untuk meraup keuntungan. Semangat dakwah melalui tulisan yang
bermanfaat serta jadi amal jariyah kelak menjadi pemicu tim Majalah Ummi untuk
selalu berkarya dan bertahan diantara media online.
Sebagai strategi marketing,
Majalah Ummi melakukan direct selling
ke pembaca maupun ke sekolah-sekolah. Alhamdulillah sampai saat ini majalah
tersebut mendapat testimoni positif dari brand
yang memasang iklan di Majalah Ummi.
Tips Menulis di Media Cetak dan Media Online (+ Kesempatan Menjadi Kontributor)
Mumpung bertemu dengan para editor
yang terbiasa memilah-milih artikel, kami meminta petunjuk supaya bisa
menghasilkan tulisan yang menarik. Siapa tahu bisa menjadi kontributor di Majalah
Ummi maupun Ummi Online.
Media cetak dan media online
memiliki karakteristik yang berbeda sehingga bentuk tulisan pun akan berbeda. Menurut
Ami, Redaktur Pelaksana, artikel yang
bisa menggaet hati editor media cetak Majalah Ummi yaitu:
- Tulisan sesuai karakteristik rubrik di Ummi jadi baca dulu ya majalahnya lalu pilih rubrik yang ingin ditulis.
- Pembahasan lebih mendalam dibanding media online sehingga paragraf akan lebih panjang (berkisar 2500 karakter, tergantung rubrik).
- Topik yang diangkat bersifat jangka panjang seperti apa yang akan happening pada 1-2 bulan lagi. Misal bulan April ini kontributor dapat mengirim artikel tentang puasa atau lebaran.
- Tulisan harus up-to-date, jangan basi.
Sebagai bocoran, penulis akan
mendapat fee sekitar Rp200-400ribu
untuk tiap artikel yang dimuat. Mau menulis untuk rubrik Nuansa Wanita, Kolom
Ayah, Cerbung, atau rubrik lain, langsung saja kirim artikelnya melalui e-mail
ke: kru_ummi@yahoo.com.
Majalah Ummi feat Blogger Muslimah |
Berbeda dengan di atas, media
online perputaran beritanya lebih cepat. Page
view Ummi Online mencapai 1,2-1,5juta perbulan. WOW! Hal ini didukung
Facebook Fanpage Majalah Ummi yang tiap 30 menit sekali (selama 24 jam) selalu posting tulisan. WOWOW! Artikel yang menarik untuk ditayangkan
secara online pun memiliki karakteristik tersendiri, berikut tips dari
Sinta, Penanggung Jawab Ummi Online:
- Topik yang dibahas harus up-to-date dan sedang in. Kalau saat ini tentang pedofil dan bunuh diri. *eh, kok ngeri ya.
- Tema dekat dengan keseharian pembaca seperti tema keluarga, gaya hidup, kecantikan, belajar Islam, resep masakan, dsb.
- Pakai judul yang eye-catching dan membuat penasaran. Judul panjang seperti kereta api pun boleh.
- Penulisan judul dengan menggunakan angka sebaiknya ditulis dalam angka, bukan huruf. Misal, “Mengapa Wajah Suami Istri Makin Lama Makin Mirip? Ini 4 Alasannya.”
- Pembaca lebih menyukai tips atau tulisan yang berbentuk pointer. Misal, Ciri-ciri Perempuan yang Tidak Mau Diajak Susah Bareng Setelah Nikah. (Tulisan ini masuk popular post di Ummi Online. Judulnya membuat penasaran!).
- Dari satu tema dapat dipecah menjadi beberapa tulisan. Misal tentang kanker dibuat menjadi 2 artikel, (1) tentang ciri-ciri kanker dan (2) cara mencegahnya.
Artikel untuk Ummi Online minimal
5 paragraf dengan topik ringan sehari-hari. Artikel bisa dikirim ke sahabat.ummi@gmail.com. Kontributor
dapat bergabung di Komunitas Ummi Menulis untuk mendapat berbagai tips menulis.
Hmm, tantangan baru nih buat saya untuk menulis di Ummi Online.
Meski sering menulis di blog
sendiri, belum lengkap rasanya bila tulisan belum dimuat di media cetak. Dulu…
tulisan saya pernah muncul di majalah internal kantor. Rasa bangga masih
menempel hingga sekarang. Menurut saya, menulis di “rumah orang” lebih challenging karena kita harus keluar
dari zona nyaman. Kita dituntut mengikuti kaidah si tuan rumah.
Itulah sedikit oleh-oleh saya
mengikuti Program Edukasi Muslimah dari Blogger Muslimah di Majalah Ummi. Tetap
eksis di tengah persaingan dengan media online tidaklah mudah. Semoga Majalah
Ummi istiqomah dan tetap bertahan mewarnai lembar dakwah di Indonesia. Amin.
Wah Asik Tambah pengetahuan mengenai dunia media cetak
ReplyDeleteCoba nulis di Ummi yok mpo :D
DeleteAku jaman SMA suka baca Annida. Baguuussss. Hihihiii. Eh orang luar bisa juga masukin artikel ke majalah Ummi dan Annida ya mama Sid? Wah asiknyaaa. Ntar cobain masukin aaaah. Maaci infonyaaaa.
ReplyDeleteEh tampilan blognya baru yaaa? Kece badaiiii <3
Cieee yang suka mellow nih baca Annida. Sayangnya udah ga ada ya.
DeleteHihi, belum kelar ganti template nih
Iya sekarang ini eksistensi majalah sudah mulai berkurang ya. So far saya masih kadang-kadang saja mampir untuk baca laman website ummi. Semoga masih tetap bertahan untuk majalah ummi. Next time sepertinya memang harus dibudayakan kembali beli majalah fisik.
ReplyDeleteKalau majalah fisik aku masih suka beli majalah anak buat dibaca bareng Sid. Mampir ke ummi online tuh ga selesai-selesai bacanya. Banyak topik menarik di sana
Deletesudah lama ga baca Ummi...kangen..
ReplyDeleteBaca majalah itu however beda dengan baca via online. Ga capek di mata lihatin layar trus isinya lebih berbobot.
Deletewah dirimu ikut mb? btw ada d grup WA BM jg?
ReplyDeleteIya ikutan. Aku ga gabung di grup WA BM.
DeleteTemenku ad yg kerja d sana mba...pingin dtg sbnrnya cuma ad.kperluan.lain... noted infny mksh
ReplyDeleteOh siapa mba? Iya sama-sama
DeleteMenarik reportasenya. Boleh dong ya ngirim tulisan ke Ummi cetak atau online ya?
ReplyDeleteSilakan, cocok nih buat artikel di rubrik Kolom Ayah
DeleteOh...jadi tetap berbeda yaa, mba..artikel di media cetak dengan media online..?
ReplyDeleteAlhamdulillah,
Dulu memang suka banget baca Annida. Happening banget pas jaman SMA di kalangan anak SKI.
Sekarang uda jadi Ibu, harus beralih ke Ummi yaa..
Annida udah gabung ke Ummi. Di Ummi online artikelnya ada juga yang segmen anak muda tapi udah ga relevan sama emak-emak macem kita :D
DeleteWaktu masih abg suka tuh baca Annida. Sekarang udah gabung ke Ummi, ya.
ReplyDeleteOh, ya, makasih info cara kirim tulisannya, Mbak
Yuk nulis yuk trus kirim ke Ummi. Lagi butuh cerbung lho
Deletejujur mbak , aku baru tau ada majalah Ummi ..
ReplyDeletebaca tulisan diatas jadi makin penasaran.
mampir deh ke ummi online dijamin betah baca dari satu artikel ke artikel lain
DeleteWah, keren banget Ummi. Bertahan di era digital. Jadi ingin kirim artikel
ReplyDeleteMba Windu tertarik kirim artikel apa nih?
DeleteTerimakasih ya Helena sudah berbagi informasi disini, semoga next bisa ikutan lagi ya. Artikel yang keren!
ReplyDeleteAlhamdulillah makasih Mba Via atas kesempatannya
DeletePerubahan memang kudu dengan bijak disikapi bukan dijauhi, dan Ummi tahu percis harus bagaimanana.
ReplyDeleteKarena perubahan adalah sebuah keniscayaan!
Bener-bener.. Nulis di rumahborang lebih tertantang. Sama halnya dengan tantangan mengundang tamu yg dtg ke rumah kita. Iiih jadi maubikutan nulis di majalah ummi. ^_^
ReplyDeleteEmang keren majalah ummi ini..
ReplyDeletePengen ikutan berkontribusi ah.. rasanya kog tertantang untuk mengasah gimana nulis yang baik