Doodle on Daluang - Awal 2014 lalu saya berkunjung ke situs megalitikum di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Di sana
bongkahan batu-batu raksasa tersebar di lapangan berumput yang luas. Ada yang
menyerupai wajah manusia, sebagian berbentuk cangkir beserta tutupnya, sebagian
lainnya sudah menjadi potongan-potongan tak jelas bentuknya. Sayang kala itu
tidak ada pemandu yang memberikan penjelasan mengenai sejarah situs tersebut.
Sepulang dari sana kepala saya masih dipenuhi tanda tanya.
Koleksi pakaian kain kulit kayu yang dipamerkan dalam Beaten Bark Exhibition di Museum Tekstil, Jakarta |
Minggu lalu saya seperti memasuki
lorong waktu ketika melangkahkan kaki ke Museum Tekstil, Jakarta. Sebelumnya
saya pernah ke sini untuk mengikuti workshop menjahit clutch bag tetapi tak banyak melihat pameran Beaten Bark
Exhibition. Sambil menunggu acara dimulai, saya dan Sid melihat-lihat koleksi
kain kulit kayu dari berbagai daerah di Indonesia.
Beaten Bark Exhibition
Di sini pengunjung bisa melihat lembaran kulit kayu yang diolah
menjadi bermacam bentuk. Ruangan di sebelah kiri menampilkan buku-buku yang
ditulis dalam huruf Arab (apa itu Al-Quran ya?), aksara Jawa, dan ada huruf
yang berbentuk mirip segitiga. Buku tebal tersebut nampak berusia ratusan tahun
namun tulisan tangannya masih tergurat jelas.
Ruangan sebelah kanan didominasi
pakaian adat maupun pakaian sehari-hari yang dibuat dari kain kulit kayu. Saya
pun membayangkan bagaimana masyarakat di Sulawesi dan Kalimantan menggunakannya.
Kain kulit kayu ini rapuh, tidak tahan air, dan mudah sobek. Lalu bagaimana mereka
memakainya di saat musim hujan atau melakukan aktivitas di sungai?
Pakaian Tari Gintur untuk laki-laki dari Kalimantan Selatan yang terbuat dari kain kulit kayu |
Sekarang ini sudah jarang ditemui
orang yang menggunakan pakaian berbahan kain kulit kayu karena sifatnya yang
mudah rusak tersebut. Kebanyakan masih memakainya untuk pakaian adat, terutama
di daerah Sulawesi Tengah. Di sana kain ini disebut fuya. Berbeda dengan masyarakat Jawa yang
menyebutnya daluang atau dluwang. Negara lain seperti Meksiko menggunakan
istilah tapa. Jadi, fuya, tapa, dan daluang sebenarnya mengacu ke hal yang sama
yaitu kain kulit kayu (jangan bingung kalau saya menggunakan istilah ini secara
bergantian, ya).
Warisan budaya ini sudah lama
adanya, sejak zaman neolithikum (sebelum megalitikum). Berarti masyarakat di
zaman megalitikum kemungkinan besar memakai fuya dalam kesehariannya.
Kerja Keras Membentuk Selembar Fuya
Sekarang ini kain kulit kayu sulit didapat. Asisten Deputi
bidang Kebudayaan DKI Jakarta Usmayadi
Rameli menuturkan koleksi yang terpajang di museum tekstil melalui
pencarian ke berbagai daerah di Indonesia maupun luar negeri. Ini kesempatan
langka untuk mengenal lebih dekat kekayaan budaya Indonesia karena hanya di
Indonesia yang masih memiliki pengrajin fuya.
Astri Damayanti,
founder Kriya Indonesia, menjelaskan pembuatan fuya melalui proses
panjang. Tidak sembarang pohon bisa diolah menjadi kain kulit kayu. Pohon yang
biasa dipakai yaitu Saeh, Palo, Beringin, dan Sukun. Setelah dipotong, batang
pohon dicuci, direbus, lalu dibungkus daun pisang selama seminggu. Proses
berlanjut dengan memukul batang pohon hingga tipis. Lembar demi lembar batang
pohon tersebut ditumpuk hingga mencapai ketebalan yang diinginkan. Selembar fuya
umumnya terdiri dari tumpukan 244 batang pohon. Wow, butuh kerja keras untuk
membuatnya. Pantas saja harga per-cm mencapai 150 rupiah.
Doodle on Daluang with Kartini Blue Bird
Mengenal kain kulit kayu dari penuturan para
narasumber di atas membuat saya makin bangga bisa mengikuti workshop kali ini.
Blogger yang biasanya menulis ditantang melukis di selembar daluang. Challenge
saya makin berlipat karena Sid turut serta. Matanya berbinar melihat pensil,
kertas, dan cat acrylic. Jeng jeng…
Sebelum dimulai, Nova dari perwakilan Kartini Blue
Bird mengenalkan apa sih Kartini Blue Bird. Ini merupakan program CSR dari Blue Bird untuk mendukung pemberdayaan perempuan dengan mengadakan pelatihan ketrampilan yang terbuka untuk umum.
Pelatihan memasak, menjahit, crafting, hingga fotografi pernah dilakukan. So,
kalau ingin mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan peserta dapat
bekerja sama dengan Kartini Blue Bird.
Ok, let’s start doodle workshop!
Tanti Amelia membuat doodle ondel-ondel yang terinspirasi dari motif syal Pak Usmayadi |
Alat dan bahan yang dipakai (+ daluang) |
Pelatihan kali ini dipandu oleh ratunya doodle,
Tanti Amelia. Selama ini saya mengagumi hasil doodle beliau melalui Facebook.
Akhirnya saya bisa menyaksikan langsung demo menggambar dari beliau. Mak Tanti
juga memberikan semangat kepada peserta sambil berkeliling ke tiap meja. “Tak
perlu takut. Dalam seni tidak ada benar dan salah.” ujarnya.
Peserta boleh menggambar apa saja yang berhubungan
dengan aktivitas sehari-hari di Indonesia. Karena daluang mudah sobek, peserta
dapat membuat sketsa di kertas terlebih dahulu. Setelah itu pindahkan skesta ke
lembaran daluang dan mulai melukis. Perlu diingat untuk tidak memakai banyak
air pada kuas supaya daluang tetap awet.
Warna yang digunakan seperti merah, kuning, hitam,
dan putih supaya warna asli daluang tetap menonjol. Kalau ingin menambahkan
tulisan, tunggu lukisannya kering lalu tulis memakai warna gelap.
Selama sekitar satu jam para peserta tenggelam
dengan dunia lukisnya masing-masing. Ada yang menggambar ondel-ondel, bunga,
burung, ikan, dan lain sebagainya. Saya sendiri berkali-kali mengubah sketsa
hingga akhirnya memutuskan menggambar penjual dan pembeli simping (hasil sontek gambar di damar kurung khas Gresik). Untuk
mengisi bagian yang kosong pada kanan dan kiri gambar utama dapat ditambahkan
bunga kecil, hewan, atau hiasan lainnya.
Sampai acara selesai lukisan saya belum sepenuhnya
saya warnai karena rebutan kuas dengan Sid. Hahaha beginilah kalau membawa anak
kreatif yang penasaran ingin corat-coret. Meski begitu saya boleh membawa
hasilnya untuk dilanjutkan di rumah. Oke, nunggu Sid tidur dulu ya.
Buat saya yang jarang banget melukis, media daluang
ini jauh lebih rumit daripada kertas yang mulus. Daluang bertekstur kasar
sehingga saat membuat sketsa maupun mewarnai harus ekstra hati-hati. However,
pengalaman baru ini membuat saya makin cinta Indonesia. Terima kasih Kriya
Indonesia dan Kartini Blue Bird sudah memfasilitasi workshop menarik ini.
Semoga kesenian kain kulit kayu makin lestari dan diakui dunia.
By the way,
pameran Beaten Bark masih bisa dinikmati hingga 11 Desember 2016 di Museum
Tekstil, Jakarta. Silakan berkunjung…
Alhamdulillah bisa bertemu dengan dirimu Helena
ReplyDeleteMakasih ilmunya, Mak Neng!
DeleteBagus banget. Aku suka gambar jadi seru deh baca dan lihat postingannya. Keren ya :)
ReplyDeletesalam kenal ya Mbak, aku follow, folbek ya :)
Wah perlu coba melukis di atas daluang nih mba
Deletembak Helena ikut kegiatannya asyik melulu nih, suka banget kegiatan budaya seperti ini
ReplyDeleteberharap satu saat bisa ikutan
Mba Astri sering bikin workshop lho. Yuk ah ikut
Deletekabarin ya kalau ada, mudah2an bisa ikutan
DeleteAku suka karyanya mba Tanti tangannya luwes y bisa hasilin karya xixixi..
ReplyDeleteBtw aku jadi bayangin jg mba pakaian dari serat kayu ini gimana makenya :D
Takut sobek kan yaa
DeleteSekarang masih ada ga ya yg pakai baju kulit kayu begitu. Kalau ada dan sudah diolah modern pasti mahal ya.
ReplyDeleteAniwei saya juga suka sama karya2 mba tanti. Kreativitas tangannya tanpa batas sekali ya..
masih tapi buat special event aja kayaknya.
DeleteSama...aku pun mengidolakan blio
Keren banget event nya nih mbak Helena ... semoga bisa lihat pamerannya sebelum usai. Thanks infonya ya ...
ReplyDeleteAkuuu pingin belajar doodle jugaaa. Tapi jauh banget dari aceh
ReplyDeleteTonton aja video tutorial dari mba Tanti. Beliau sering share di instagram dan facebook
Deleteorang jaman dulu itu keren banget ya..media apapun dipakai untuk hal2 yang berguna. bahkan kulit kayu skalipun jadi baju, kudu kreatif kaya orang dulu nih. Bikin doodlenya seru juga tapi aku gak bisa gambaar...mama sid ajarin dong
ReplyDeleteBiar Arfa aja deh yang gambar, hehe
Deletewaah keren bisa ngerasain ngelukis diatas daluang.
ReplyDeleteSelembar fuya umumnya terdiri dari tumpukan 244 batang pohon.
Saya shoooock?
Itu beneran mbak 244 batang pohon?
Banyak banget dong :D
Bangeeet! itulah kesenian ini harus dibarengi dengan penanaman pohon supaya tetap seimbang
DeleteHati hati banget yaaa, aku belajar nge doddle ach, biar bisa ngedoddle di kertas kulit kayu
ReplyDeleteTumben mba Astin ga ikutan
DeleteJadi takjub dan menyadari sesuatu ternyata dari kulit kayu bisa jadi kain eksotis punya😊
ReplyDeletebener katanya mak tanti, dalam seni itu gak ada yg bener atau salah ^_^
ReplyDeleteitulah indahnya seni
DeleteWaah, harus ekstra hati-hati ya..melukis di atas selembar fuya. Butuh kesabaran ya..
ReplyDeleteEh, ya, bajunya kalau dipakai gak kerasa keras ya?
Saya juga berpikir seperti itu. Apa ga kaku ya? Tapi ada bahan yang lebih lemes sih
DeleteBaru tahu kalau kulit kayu bisa dibikin beragam kreasi. Hasilnya pasti unik ya, mba.
ReplyDeleteItu kulit kayunya gak gampang robek kah mba?? Aku naksir sama yg sudah jadi bajuu .. cakep banget ya mbaa
ReplyDeleteIyaa gampang robek, mba. Harus hati-hati melukisnya.
DeleteLamaa dan rumitt jugaa mbak yaa pembuatan fuyaa. . Gak bayangin prosesnya seribet itu 😢 hehehe
ReplyDeleteMupeeng deh ada lukiss doodle apalagi di media yg unik gtu. Sayang banget jauhh dr jangkauan di jakartaa. Apalah dayaku cuman bisa melihat foto" aja. #hiks #koksedih
Belajar lewat video tutorial yang sering dibagikan mak Tanti aja, mba
Deleteseru acaranya.... penasaran ya... jadi asyik ngelukis di daluang... bahagia kalo bagus..
ReplyDeleteHuaaa...
ReplyDeleteKeren mbak Helen :*
Aku aja kalo di kertas belum tentu deh bisa. Apalagi pake apa itu tadi namanya? Daluang?
kok nyebutnya bikin mata jadi ijo yak? LOL
Pake softlens ya kok jadi ijo. Hahaha
DeleteHasil akhit lukisanmu mana len, pamerin doong. Pingin liaat
ReplyDeleteBeluuum, heheh
DeletePernah lihat produknya dalam bentuk tas dan buku di alun-alun indonesia. Keren tapi harganya sudah berlipat-lipat. Jadi pengen lihat langsung perajinnya. Denger kata Lore Lindu langsung mupeng. Wish list yang belum kesampaian
ReplyDeleteIya memang pernah ada pameran di Alun-Alun Inodnesia dan mendatangkan pengrajinnya langsung.
Deleteseru ih pengalamannya..bisa melukis di atas kulit kayu gitu. Bisa jadi cendera mata yg unik juga..
ReplyDeletediniratnadewi.blogspot.co.id
Duh, paling suka deh workshop yang penuh ilmu gini. Thanks for sharing btw.
ReplyDeleteSalam,
Syanu
mau dong di ajarin............
ReplyDeleteLapor ke mak Tanti aja yaa. Kalau ke saya bisa gagal, hehe
DeleteSaluut bagi yang bisa ngelukis. Apalagi bisa ngelukis di kulit kayu ��
ReplyDeleteSekarang jarang ditemui pakaian dari kulit kayu ini mungkin karena hutannya sudah mulai menipis ya mba? Dan sudah moderen. Jd dipakai cuma acara khusus aja. Hehehe. Thanks for sharing mbaa ��
Salah satunya masalah konservasi. Kalau ditebang terus untuk dibuat pakaian, pohonnya bisa habis dong.
DeletePasti seru dan keren hasilnya. Pengen juga belajar kek gitu. Banyak banget ilmunya. Salam kenal mbak
ReplyDeleteIya mba, ikut aja workshopnya. Daftar di Kriya Indonesia.
DeleteBelajar menggambar diatas daluang gampang2 susah ya mba helena,good job and sharingnya mba helena
ReplyDeleteMakasih mba :)
Deletekeren juga hasilnya.... thanks infonya, sapa tau nanati bisa ikut dah hehhe
ReplyDelete