Pangan adalah kebutuhan pokok
tiap manusia. Sebagai konsumen, selama ini saya tidak ambil pusing dengan menu,
sisa makanan yang berakhir di tempat sampah, atau naik turunnya harga sembako
(sambil berdo’a diberi rezeki lebih untuk tetap bisa belanja bulanan). Namun
diskusi yang diadakan Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia
(FAA PPMI) dan OXFAM Indonesia pada 30 Oktober 2016 di Hotel Ibis Tamarin,
Jakarta lalu menyadarkan saya untuk lebih menghargai para produsen pangan.
Para produsen ini, termasuk
petani dan nelayan, bisa disebut food heroes.
“Pertanian sebaiknya jangan disempitkan artinya sebatas produksi pangan, tapi
merupakan kehidupan itu sendiri,” ujar Tjuk
Eko Eri Basuki, Kepala Pusat Ketersediaan Kerawanan Pangan Kementrian
Pertanian. Dari sisi konsumen, hasil pangan dapat menjadi sumber energi untuk
beraktivitas. Sedangkan produsen mendapat penghasilan dari penjualan hasil
panen untuk menghidupi keluarga.
Sustainable Development Goals (pic: United Nation) |
Zero hunger menjadi salah satu dari 17 Sustainable Development Goals (Target Pengembangan Berkelanjutan). Noor Avianto, Perencana Direktorat
Pangan dan Pertanian Kementerian PPN (Bappenas), menjelaskan bahwa pemerintah
Indonesia pun memiliki target memperkuat kedaulatan pangan yang tertuang dalam
RPJMN 2015-2019 dan RKP 2017. Akan tetapi terdapat beberapa tantangan untuk
mencapainya. Hal ini diamini oleh Khudori,
pengamat pertanian dan pangan yang juga anggota FAA PPMI. Beberapa masalah yang
menghambat, yaitu:
1. Perubahan iklim
Kapan musim hujan dan musim kemarau makin sulit ditebak. Di Jawa sering hujan, tapi di Sulawesi masih kering kerontang. Hal ini membuat petani sulit merencanakan masa tanam dan masa panen.
2. Pengalihan fungsi lahan sawah menjadi perkantoran atau pemukiman
3. Kualitas lahan menurun
Hasil riset menunjukkan tanah “lelah” setelah revolusi hijau sehingga hasil panen kurang produktif.
4. Lebih dari 50% petani gurem
Lahan yang terlalu kecil tidak mampu membiayai kebutuhan hidup para petani.
5. 1/3 petani berusia di atas 54 tahun dan sulit untuk regenerasi
Bertani dianggap oleh kaum muda sebagai hal yang kurang kekinian. Mereka lebih menyukai mengadu nasib di kota meski tidak memiliki bekal kemampuan yang memadai.
6. Sumber air di hulu rusak, salah satunya mengakibatkan banjir
7. Subsidi pupuk dan benih tidak sesuai kebutuhan
1. Perubahan iklim
Kapan musim hujan dan musim kemarau makin sulit ditebak. Di Jawa sering hujan, tapi di Sulawesi masih kering kerontang. Hal ini membuat petani sulit merencanakan masa tanam dan masa panen.
2. Pengalihan fungsi lahan sawah menjadi perkantoran atau pemukiman
3. Kualitas lahan menurun
Hasil riset menunjukkan tanah “lelah” setelah revolusi hijau sehingga hasil panen kurang produktif.
4. Lebih dari 50% petani gurem
Lahan yang terlalu kecil tidak mampu membiayai kebutuhan hidup para petani.
5. 1/3 petani berusia di atas 54 tahun dan sulit untuk regenerasi
Bertani dianggap oleh kaum muda sebagai hal yang kurang kekinian. Mereka lebih menyukai mengadu nasib di kota meski tidak memiliki bekal kemampuan yang memadai.
6. Sumber air di hulu rusak, salah satunya mengakibatkan banjir
7. Subsidi pupuk dan benih tidak sesuai kebutuhan
Tak hanya itu, Dini Widiastuti, Direktur Keadilan Ekonomi OXFAM di Indonesia, mengingatkan
peran petani perempuan yang masih dipandang sebelah mata. Poster atau foto yang
berhubungan dengan petani umumnya menunjukkan petani laki-laki, jarang ada yang
perempuan. Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan para petani juga perlu
diadakan, baik untuk petani laki-laki dan perempuan. Dalam mengolah lahan, para
petani ini memiliki peran yang berbeda dan saling melengkapi. Misal, petani
perempuan lebih teliti dalam memilih biji kakao.
Perempuan Pejuang Pangan, program yang diinisiasi OXFAM untuk mendukung petani dan nelayan perempuan (pic: perempuanpejuangpangan.org) |
Bila ingin mengatasi kelaparan,
perlu dilihat dari sisi produsen dan konsumen. Produksi boleh ditingkatkan
tetapi perhatikan juga peran produsen pangan kecil termasuk di dalamnya perempuan.
Kemudahan memperoleh alat dan bahan pertanian yang berkualitas, akses
pembiayaan, serta pengembangan kualitas SDM perlu menjadi perhatian.
Mengatasi permasalahan di atas,
ada pesan unik dari Tjuk Eko yaitu majulah
ke belakang. Maksud beliau pelajarilah pengetahuan yang telah lama ada. Petani
yang berasal dari suku Jawa mengenal pranoto
mongso yaitu kalender tanam Jawa. Cocok tanam ini dilakukan selaras dengan
tanda-tanda alam sehingga masa tanam dan panen menyesuaikan perubahan musim. Di
samping itu ada 200ribu mikroorganisme yang bisa diteliti sebagai alternatif bahan
pangan. Tak perlu khawatir kekurangan pangan, Tuhan telah mengatur alam
sedemikian rupa. Tugas kitalah menggali dan melestarikannya.
Keanekaragaman hayati di Indonesia yang masih bisa dioptimalkan (pic: Khudori) |
Pada kesempatan ini Khudori
menjabarkan solusi pembangunan pertanian berbasis ekoregion. Konsepnya sama seperti otonomi daerah di mana masing-masing
daerah fokus pada kelebihannya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ekoregion terdiri dari 3 pilar: ekonomi, ekologis, dan sosial. Hasilnya lebih
produktif dibanding pertanian konvensional.
Jenis tanaman yang dibudidayakan
tidak melulu padi, jagung, dan kedelai. Tanaman disesuaikan kondisi daerahnya. Sumatera,
Kalimantan, dan Papua yang memiliki
curah hujan tinggi cocok ditanami kelapa sawit. Beda dengan Jawa dan NTT yang
curah hujannya rendah lebih cocok ditanami tebu, jati, kopi, dan kakao.
Masalah berikutnya yaitu
regenerasi petani. Kalau jumlah petani kurang akan berpengaruh pada hasil
panen. Apa kita mau segalanya impor dari negara lain? Biaya kebutuhan pokok
akan naik dan masyarakat sulit menjangkau makanan bergizi seimbang. Kelaparan
dan kemiskinan juga makin susah ditangani. OXFAM bekerja sama dengan berbagai
pihak mengadakan pemilihan Duta Petani Muda yang tahun ini diikuti oleh 514
pendaftar yang 22% diantaranya adalah agripreneur perempuan muda. Suatu program
yang layak didukung untuk majunya agrikultur dalam negeri.
Pemilihan Duta Petani Muda untuk menjaring agripreneur muda berbakat di Indonesia (pic: dutapetanimuda.org) |
Saya juga salut pada seorang
kawan sekolah yang kini menjadi agripreneur. Ahmed Tesario mengembangkan bisnis
beras merah organik dengan membudidayakan
para petani Banyuwangi sebagai tempat pusatnya lumbung padi bersama P4S (Pusat
Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya). Kamu hebat, Tesar!
Sebagai pembicara yang mewakili
sisi konsumen, Dea Ananda
menceritakan kisah masa kecilnya. Mantan artis cilik ini sejak kecil dibiasakan
makan makanan lokal seperti tempe, ikan asin, dan sayur asem. Ibunya memastikan
Dea agar mengonsumsi makanan gizi seimbang. Hal ini terbawa hingga ia menikah.
Menu yang disajikan pada sang suami mengutamakan makanan lokal. Hasilnya suami
Dea menjadi lebih sehat. Dea meyakini sehat itu tidak mahal. Mendengar cerita
ini saya jadi teringat anak saya yang suka makan tempe dan sayur asem. Murah
dan sehat.
Dea Ananda mengajak para undangan menyanyi tentang makanan lokal Indonesia (pic: FAA PPMI) |
Sebagai penutup, Koordinator
Presidium FAA PPMI Agung Sedayu mengutarakan “Program pertanian berkelanjutan
sudah semestinya menjadi tujuan jangka panjang dan menengah nasional, penting
untuk terus mensinergikan program dan kegiatan yang mendorong kemandirian
petani.”.
Mendengar penjabaran para tokoh
di atas, kini saatnya semua pihak berkolaborasi untuk mendukung pertanian yang
kompetitif. Masalah pertanian bukan hanya masalah pemerintah dan produsen saja.
Kita sebagai konsumen turut andil mengentaskan kemiskinan dan mengakhiri
kelaparan.
Masalah pangan ini masalah semua pihak ya, ga cuma pemerintah aja
ReplyDeleteKita sebagai konsumen pun ikut berperan atas kesejahteraan petani
DeleteYuk kita jadi Female Food Hero :D
ReplyDeleteSaya bagian makan aja Teh :D
DeleteMusim tak menentu membuat hasil panen berkurang mbak, kerabat saya masih banyak yang bertani di Jawa dan Sumatra.
ReplyDeleteButuh inovasi pertanian supaya hasil pangan melimpah
DeleteMusim tak menentu membuat hasil panen berkurang mbak, kerabat saya masih banyak yang bertani di Jawa dan Sumatra.
ReplyDeletewah menarin sekali programnya mbak. aku juga mulai melirik pangan sebagai bisnis nih
ReplyDeleteThe next female food hero nih
DeleteAsyik nih kalau banyak yang beralih ke makanan lokal yang sehat dan harganya terjangkau ya mba :)
ReplyDeleteIyes, pangan lokal kualitasnya juga oke
DeleteSaya termasuk juga selalu siap dengan makanan lokal, soalnya rumah saya deket pasar tradisional, jadi lebih mudah untuk menjangkau bahan mentahnya. Dan makanan lokal itu ngangenin banget, apalagi Tahu sama tumis genjer pakai tauco #inimalahmakanan #maapkansaya
ReplyDeleteSama. Saya juga suka belanja ke pasar tradisional, apalagi pasar inpres. Murah!
DeleteMakanan lokal..udah terbiasa di lidah...kita.. klo non lokal..y buat icip2 sekedar tau aja..he2
ReplyDeleteYang non lokal biasanya saat kondangan, hihi...
DeleteAh benar, mendapatkan makanan (dan juga pelayanan kesehatan) yang baik adalah hak setiap warga negara ya Mbak. Sedih kalo Indonesia negara agraris, hasil buminya malah dapet ngimpor :(
ReplyDeleteAyo kita dukung pangan lokal!
DeleteHarusnya Indonesia yg trkenal suburnya ini lebih banyak menghasilkan hasil bumi untuk kesejahteraan masyarakatnya, makanya kita juga harus lebih mencintai produk pangan lokal.
ReplyDeleteSetuju mba :)
DeletePetani harus sejahtera dan generasi harus dilibatkan dalam upaya pertanian keberlanjutan ini
ReplyDeleteDuta Petani Muda ini program yang bagus buat regenerasi petani
DeletePenerus petani harus ada. Makanya kita perlu dukung mereka
ReplyDeleteSetuju mba!
Deleteaku setuju banget ada duta petani muda spy generasi skrg lbh mencintai bertani dan jadi petani. Petani juga bisa keren kok
ReplyDeletePetani itu keren.
DeleteAda temen suami yang bertanam buah lokal, sukses juga di pasaran. Seharusnya memang buah lokal makin dikenal masyarakat, tidak hanya buah yg dari luar aja.
ReplyDeleteBuah organik lagi laris manis nih. Bisa untuk peluang usaha
DeleteAnak-anakku kalau tempe dan tahu digoreng tepung, langsung ludes nggak sampai satu jam :D
ReplyDeleteMakanya sarapannya sering dengan tempe dan tahu goreng.
Sepakat kalau pertanian kita kompetitif, biar nggak banyak yang diimpor lagi.
Toss! Anakku juga doyan tahu tempe dari awal MP-ASI
Deleteiya mba, tanpa mereka, kita mau makan apa, petani juga ya termasuk peternak, meski mereka jauh leih berat resikonya, beda kalo nelayan, tinggal ngambil di laut aja, itu ibarat kata mba, saking beratnya kerja mereka
ReplyDeleteNelayan juga mengeluh dengan perubahan cuaca ini lho mba. Cari ikan makin sulit, unpredictable. Sebagian nelayan akhirnya beralih profesi jadi kuli bangunan atau yang lain buat memenuhi kebutuhan hidup. Saya pernah ngobrol dengan seorang nelayan di Bawean.
DeleteBaru tahu ada female food hero. Keren!
ReplyDeleteSaya jadi ingat bapak saya yang petani, tapi anak-anaknya perempuan dan belum ada yang menikah dg petani jg.
Kalau saya dan suami kurang paham masalah pertanian :(
Bisa dukung dengan memberikan informasi seputar inovasi pertanian, mba :)
DeleteDea Ananda, udah gede yaa
ReplyDelete*gagal fokus :D
Miris yaa kalo liat kenyataan; banyak petani yang kehilangan lahan :3
Oh ya pemerintah punya program mencetak 1 juta ha sawah, semoga tepat dan berhasil untuk kedaulatan pangan kita ya
DeleteKekayaan pangan di Indonesia cukup melimpah, semoga para petaninya bisa mengelola dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
ReplyDeleteAyo dukung food hero alias petani negeri sendiri :)
DeleteMasalah pangan sudah menjadi pemasalahan yg diperbincangkan terlebih krna beberapa wilayah mengalami sulit pangan & masalah gizi buruk bg anak :'(
ReplyDeleteefeknya memang ke gizi buruk seperti stanting yang dialami 1/3 anak Indonesia
DeleteMemang sudah saatnya mba helen, masyarakat indonesia 'melek' terhadap kerawanan dan ketahanan pangan..jika sudah mengerti, tentu akan terinternalisasi menjadi perilaku yang mendukung, seperti menghindari food waste. Bagus sekali acaranya..Oxfam ya yang mengadakan?dulu waktu masih kerja di International NGO, kantor saya satu kompleks dengan kantor Oxfam. hehe
ReplyDeleteIya ini acaranya Oxfam dan FAA PPMI
DeleteAku dan keluarga termasuk selalu mengkonsumsi makanan lokal, lidahnya ndeso banget hehhee..
ReplyDeleteCinta pangan lokal, dong
DeleteUlasannya lengkap dan konprehensif
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir, mas
DeleteAcaranya keren banget ya Mbak. SUka....
ReplyDeleteSemoga acara seperti ini juga diadakan di daerah
Menurut saya diskusi seperti ini penting dibuat di daerah-daerah terutama yang memiliki potensi pertanian
Deletekasihan petani ya kalo gini, tanah juga mulai lelah.
ReplyDeleteDI Jawa ini juga kadang panas banget, kadang hujan :(
Memang perubahan iklim ya
DeleteGud point of view
ReplyDeleteThank you
DeleteSenangnya melihat inovasi pertanian cerdas yg bisa membawa perubahan kemajuan apalagi melibà tkan generasi muda pembangun bangsa😊
ReplyDeleteIyes, aku dukung banget award buat petani muda dan petani perempuan. They are heroes!
Deletebagus. thank ya untuk informasinya.
ReplyDeleteINformasi yang baru banget buatku tapi sangat bermanfaat. Harus lebih banyak dikupas nih masalah pangan ini. Untung juga ya, kementrian pertanian mulai membuka diri ^_^
ReplyDeleteKolaborasi semua pihak penting, mba :)
Delete