Gue ngerti rasanya diusir seperti
yang terjadi di sinetron stripping tiap hari tanpa perlu menjadi bawang putih
atau putri salju (ini nama orang, bukan bumbu dapur atau kue kering). Gara-gara
ngobrol sama mantan teman kosan via social media-nya Big Bang gue jadi teringat
masa-masa pengusiran itu. Sakit hati gue kambuh, men!
Selama kuliah, gue pindah kosan
sampe 3 macem. Kosan pertama gue demen banget meski kamarnya kecil. Ibu kost
baik, bantuin gue bikin kembang goyang buat ospek dan masakin nasi goreng buat
teman gue yang ke kosan, setelah itu bayar sih. Jadi kosan ini memang rada jauh
dari kampus, harus jalan kaki keluar komplek terus naik bikun alias bis kuning
buat sampe ke fakultas. Tapi daerahnya rame, gampang cari makan. Kosan ini ada
dua bagian, bangunan biru buat kamar cowok, sebelahnya warna pink buat cewek.
Ada kantin, dapur, juga hall buat solat jama’ah atau main pingpong. Okesiplah
jaman itu.
Kemudian segalanya berubah
semenjak ibu kost pindah ke rumah anaknya. Ganti ibu kost baru yang bikin kurang
nyaman. Kantin tutup. Ga ada yang jahitin emblem di jas almamater gue lagi.
Tidak lama kemudian, gue dan satu orang teman kosan memutuskan pindah aja.
Sekitar 1 tahun semenjak gue pindah, penghuni cewek di kosan dipersilahkan cari
kosan lain. Seluruh bangunan bakal buat kosan cowok. Jadilah teman gue ada yang
kelimpungan cari kosan baru. Gue sendiri bersyukur udah pindah sebelum diusir
meski ikut pedih mengenang kosan pertama, termasuk kamar pribadi pertama gue
selama hidup yang dijuluki The Songo.
Gue udah nyaman dengan kosan
kedua. Sekamar berdua, murah, kamar mandi dalam ada 2, kasur ada 3. Kamarnya
gede banget, gue sering bayangin kalau kamar ini muat buat main badminton. Jadi,
kamar ini unik. Bangunannya terpisah dari kamar-kamar lain. Lantai 1 ruang tv
tapi jarang ada yang nonton di situ. Lantai 2 kamar kami yang bisa buat salto.
Memang sih letaknya agak tersembunyi dan jalannya belum diaspal. Tapi ga
masalah karena gue udah ada motor jadi lebih cepat kemana-mana.
Eh belum setahun gue di istana
kerajaan ini, dapat kabar burung kalau kamar gue ga bisa diperpanjang kosannya.
Alasannya mau dipake keluarga yang punya kost. Sedihlah kami yang belum sempat
main badminton di dalam kamar ini. Kami berusaha tegar dan menunggu sampai ada
pemberitahuan lebih jelas kapan kamar ini bakal dipake. Ibu kost udah ngusir
secara halus tapi kami cuek aja. Sampai pada akhirnya gue pindah kosan lain dan
teman gue pindah ke kamar di bawah.
Meski gue udah keluar dari
komplek itu tapi masih beberapa kali main ke mantan istana kerajaan sambil
melihat perkembangan kabar mantan kamar di lantai 2. Sampai 2-3 bulan kamar itu
masih kosong, ga jelas kapan bakal ditempati sama “keluarga” yang pernah
dibilang ibu kost. Teman gue juga kurang nyaman dengan kamar barunya yang di
bawah. Jadilah tak lama kemudian dia memutuskan cari tempat kost baru.
Lama setelah itu, kami mendengar
kabar bahwa kamar lantai 2 sudah ada yang menempati. Yak, ternyata masih
dipakai jadi kamar kosan, bukan tempat “keluarga”. Yaudahlah ibu kost sebel
sama kami mungkin. Sampai kami diusir dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Walau perih namun aku bertahan...
Oh ya setelah drama pengusiran
itu kan gue cari kosan baru. Waktu ditanya teman-teman kenapa pindah kosan
(lagi) dengan cool gue jawab kalau gue diusir dari kosan yang lama. Reaksi
pertama mereka adalah ketawa. Karena gue tetap pasang tampang cool dan serius,
mereka percaya dan penasaran mengapa hal tersebut bisa terjadi pada gue. Bagi
mereka, baru kali ini mungkin ada peristiwa diusir dari kosan.
Yak, dan tibalah gue di kosan
ketiga yang menjadi kosan terfavorit hingga lulus kuliah. Lokasinya mendaki
gunung, melewati lembah tapi asik. Di sekitar rumah penduduk, dekat masjid, dan
di belakang sekolah dasar. Di sinilah gue dan teman-teman kosan kompak serempak
bayar iuran gas, datang ke midnight sale sehari sebelum jadwal, bikin surprise
party buat yang ulang tahun, sampai pecahin lampu taman di kosan. Kami bahkan
punya grup di facebook, tempat share foto dan kabar.
Meski sudah lulus, kami masih
sering keep in touch. Salah satunya yang terjadi hari ini. Gue dapat kabar
paling update dari penjaga kosan, kamar nomer satu, sebut saja Alay. Harga
kosan naik seratus ribu! Empat kamar kosong, padahal biasanya sampai kamar
paling ujung full. Mostly penghuninya angkatan akhir. Kalau mereka udah lulus,
kayaknya kosan bakal direnovasi deh. Dan ujung-ujungnya para penghuni akan
dipersilahkan move on ke kosan lain. Lagi-lagi pengusiran...
@helenamantra
wah ada ya ceritanyaa,, aku juga sama kak,, awal kosan cewe,, aku tuh awal2 sudah ijin,, kalau pacarku bantu bantu pindahan, dan itu dibolehin kan, kosanku tingkat dua, pacarku nunggu ditangga doank, eh diteriakin sama anaknya, padahal cuma ditangga angkat barang sampai tangga, enggak sampai kosan, dijelasi eh malah aku dan pacarku diteriakin,
ReplyDeleteoke gapapa karena ya awal, lama2 sepi karena pandemi, kosan atas buat cowo, aku suruh pindah bawah dengan harga wow padahal air sumur, kamar mandi jorok, banyak tikus, aku bertahan sebentar sambil kondisi keuanganku stabil, tapi endingnya bikin ngenes, kosanku dibuat campur , aku pernah lewat kog ada laki laki ganti baju , , ya ampun sumpah kak,, aku kaget, , , sampe ada juga teman cewe diajak masuk, , , astaga pemilik kosan menelan ludah sendiri, , , akhirnya aku dapat kosan baru lebih mahal 100k tapi dapat ac, air pam, km dalam, nyaman , , , eh bawa barang2 belum kelar ditanyai barang dibawa ke rumahnya,, karena kamar mau dibersihin dan akan dipakai penghuni lain, , , nyesek sumpah, , , masa kost masih 1 minggu kak,, aku digituin, , , ya secara aq balas balik orang nya diem