Waktu jadi panitia acara seminar di kampus, saya sempet kecewa coz konsumsi buat peserta n pembicara dibungkus pake styrofoam. Trus saya bilang ke bagian konsumsi supaya besok pke kotak kertas 'selamat menikmati' aja daripada styrofoam yang meski lebih rapi tapi mempercepat kiamat..
Mungkin sebagian dari anda bertanya-tanya, apa salah styrofoam sehingga kiamat makin dekat? Ato ada juga yang cuek aja g bertanya-tanya..ya terserah c, lanjut aja bacanya.
Seperti yang lagi ngTren sekarang, tentang global warming..trus orang2 rame2 pergi hijau alias go green. Rada telat c..tp gpp lah, smoga ke-ngTren-an ini terus berlangsung. Nah sampah styrofoam itu kan susah bgt diurai, butuh waktu lama, sampah makin numpuk, klo orang2 msi aja gemar makan dengan alas styrofoam..apalah jadinya bumi kita ini? Sampah makin menggunung..klo diruntut pke pengetahuan biologi tar bakal ada efek rumah kaca, ozon bolong, bumi makin panas, saking panasnya mpe da kebakaran hutan..es di kutub mencair, bumi tenggelam! Udara yang panas bikin orang2 giat pake AC n pakaian yang dipakai makin sedikit bahannya (baju mini, maksudnya..) supaya g kpanasan. Dosa makin banyak dibuat manusia, baik merusak alam maupun melihat 'pemandangan' yang tidak seharusnya diperlihatkan dan tidak seharusnya dilihat. Moral manusia rusak, alam juga kacau..g bisa dperbaiki lagi,kiamat..
ya kira2 gt penjelasan ringkas n sederhana dari saya mengenai bahaya penggunaan styrofoam yang berlebihan..
kembali ke seminar tadi..trus saya bilang ke pihak cateringnya (Idris Sukses yang logonya orang ngacungin jempol tangan) saya minta besok pke kotak kertas aja. Kata Idris, klo gt nambah Rp500/box. Ooo jadi klo pke kertas lebih mahal y dari styrofoam? Bedanya gede juga..saya kira bakal sama ato lebih murah. Saya pernah baca di milis bahwa styrofoam d Indonesia murah karena bekas (maksudnya bekas pakai ato recycle ato apa y? saya kurang tau) mayb itu jadi pertimbangan orang kenapa lebih memilih styrofoam..hmm,
28 Maret 2009
(re-posted from my previous blog)
Mungkin sebagian dari anda bertanya-tanya, apa salah styrofoam sehingga kiamat makin dekat? Ato ada juga yang cuek aja g bertanya-tanya..ya terserah c, lanjut aja bacanya.
Seperti yang lagi ngTren sekarang, tentang global warming..trus orang2 rame2 pergi hijau alias go green. Rada telat c..tp gpp lah, smoga ke-ngTren-an ini terus berlangsung. Nah sampah styrofoam itu kan susah bgt diurai, butuh waktu lama, sampah makin numpuk, klo orang2 msi aja gemar makan dengan alas styrofoam..apalah jadinya bumi kita ini? Sampah makin menggunung..klo diruntut pke pengetahuan biologi tar bakal ada efek rumah kaca, ozon bolong, bumi makin panas, saking panasnya mpe da kebakaran hutan..es di kutub mencair, bumi tenggelam! Udara yang panas bikin orang2 giat pake AC n pakaian yang dipakai makin sedikit bahannya (baju mini, maksudnya..) supaya g kpanasan. Dosa makin banyak dibuat manusia, baik merusak alam maupun melihat 'pemandangan' yang tidak seharusnya diperlihatkan dan tidak seharusnya dilihat. Moral manusia rusak, alam juga kacau..g bisa dperbaiki lagi,kiamat..
ya kira2 gt penjelasan ringkas n sederhana dari saya mengenai bahaya penggunaan styrofoam yang berlebihan..
kembali ke seminar tadi..trus saya bilang ke pihak cateringnya (Idris Sukses yang logonya orang ngacungin jempol tangan) saya minta besok pke kotak kertas aja. Kata Idris, klo gt nambah Rp500/box. Ooo jadi klo pke kertas lebih mahal y dari styrofoam? Bedanya gede juga..saya kira bakal sama ato lebih murah. Saya pernah baca di milis bahwa styrofoam d Indonesia murah karena bekas (maksudnya bekas pakai ato recycle ato apa y? saya kurang tau) mayb itu jadi pertimbangan orang kenapa lebih memilih styrofoam..hmm,
28 Maret 2009
(re-posted from my previous blog)
Post Comment
Post a Comment
Hai!
Terima kasih banyak ya sudah berkunjung. Semoga artikel tersebut bermanfaat.
Bagaimana komentarmu? Silakan tulis di kolom komentar, bisa pakai Name/URL. Kalau tidak punya blog, cukup tulis nama.
Ku tunggu kedatanganmu kembali.
Jika ada yang kurang jelas atau mau bekerja sama, silakan kirim e-mail ke helenamantra@live.com
Salam,
Helena